Sejarah Bendungan Lama Pamarayan, Bendung Terbesar Pertama Dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda

Bendungan Lama Pamarayan merupakan salah satu tempat wisata bersejarah yang terletak di Kampung Pamarayan, Desa Pamarayan, Kecamatan Pamarayan, Kabupa

Editor: Ahmad Tajudin
TribunBanten.com/Desi Purnamasari
Suasana depan Bendungan Lama Pamarayan, belum lama ini. 

Bagian ini berdenah asimetris, yakni berbentuk “salib melintang” dan memiliki gaya arsitektur Second Empire Baroque dengan 3 menara berbentuk square tower dan beratap simple mansard roof dengan bentuk square.

Puncak atap menara sebelah barat berbentuk datar, bertakik pada setiap lerengnya serta bersegmen pada setiap sudutnya, sedangkan puncak atap menara sebelah timur berbentuk seperti mahkota.

Kedua menara ini terletak pada sayap bangunan dan menyatu dengan bangunan pintu air. Pintu air diapit oleh rel yang membujur sepanjang bangunannya sebagai akses untuk pengontrol kerusakan dan kegiatan perbaikannya.

Pada bangunan Bendungan Lama Pamarayan ini, terdapat 2 bangunan pintu pembagi air dengan bukaan berdekorasi geometris (belah ketupat) yang masing-masing terletak di  sebelah selatan ujung barat dan timur pintu air utama.

Bangunan sebelah barat memiliki 5 pintu air sedang bangunan sebelah timur memiliki 2 pintu air.

Berjarak kira-kira 500 m di sebelah utara dan selatan pintu air terdapat 2 buah pengukur ketinggian air, yang terletak di sebelah selatan pada saat ini masih terendam air sedangkan yang terletak di sebelah utara, areal di sekitarnya dipergunakan sebagai lahan pertanian oleh masyarakat.

Baca juga: Jadi Simbol Modernisasi Islam, Masjid Agung Sheikh Zayed di Abu Dhabi Uni Emirat Arab Punya 4 Menara

Penjaga Bendungan Lama Pamarayan, Agus, menjelaskan kepada TribunBanten.com, di Bendungan Lama Pamarayan, Sabtu (19/12/2020) lalu, bahwa di atas bangunan Bendungan Lama Pamarayan terdapat 10 alat untuk membuka dan menutup pintu air yang berbaris dari ujung pintu kanan sampai kiri. 

Alat-alat yang terbuat dari besi itu, kini sudah berkarat.

Di sisi belakang terdapat tiang-tiang yang berfungsi untuk penerangan. Ada sekitar tujuh tiang yang masih tersisa karena sebagian sudah ada yang runtuh.

Menurut Agus, mesin untuk membuka atau menutup pintu air ini dilakukan dengan cara yang masih manual.

Butuh delapan orang untuk menggerakan mesin ini.

Di atas menara, terdapat juga ruang kontrol dengan sisa-sisa mesin yang masih ada.

Satu di antaranya adalah mesin pendeteksi datangnya air.

Jika air akan datang dari arah Rangkasbitung, alat ini akan secara otomatis menyala.

Selain itu, terdapat pula foto-foto hitam putih yang menunjukkan kunjungan Presiden Soekarno dan momen-momen pada saat bendungan lama ini masih berfungsi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved