Sejarah Bendungan Lama Pamarayan, Bendung Terbesar Pertama Dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda

Bendungan Lama Pamarayan merupakan salah satu tempat wisata bersejarah yang terletak di Kampung Pamarayan, Desa Pamarayan, Kecamatan Pamarayan, Kabupa

Editor: Ahmad Tajudin
TribunBanten.com/Desi Purnamasari
Suasana depan Bendungan Lama Pamarayan, belum lama ini. 

TRIBUNBANTEN.COM - Bendungan Lama Pamarayan merupakan salah satu tempat wisata bersejarah yang ada di wilayah Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

Bendungan ini, dulunya disebut sebagai bendungan papak, yang berarti bendungan tanpa atap.

Secara administratif, lokasi Bendung Lama Pamarayan terletak di dua wilayah, sebagian terletak di Desa Pamarayan, Kecamatan Pamarayan, dan setengah badan bendungan terletak di Desa Panyabrangan, Kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

Bangunan Bendung Lama Pamarayan mempunyai panjang 191,65 m yang terdiri atas bangunan utama, ruang kontrol, bendungan sekunder, ruang lori, jembatan, serta rel lori.

Berdasarkan informasi dari situs Kebudayaan Kemdikbud, Bendung Pamarayan merupakan bendung terbesar pertama yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda di Indonesia.

Baca juga: Unik! Polsek di Sulawesi Tenggara Ini, Jadi Tempat Belajar Ngaji Anak-anak

Sejak tahun 1997, bendung ini sudah tidak dioperasikan lagi. 

Hal ini disebabkan terutama oleh faktor teknis, yakni kondisinya telah rusak dan konstruksi bangunan telah lapuk termakan usia.

Penyebab lain adalah adanya proses pendangkalan sungai dan tekanan debit air yang mengalami penurunan.

Karena alasan itulah maka sejak tahun 1994-1997, sekitar 1 km di sebelah barat daya Bendung Lama Pamarayan dibangun Bendung Baru Pamarayan dengan sistem sudetan.

Kemudian untuk bentuk bangunan pintu air Pamarayan memiliki konstruksi many spanned bridge with towers compositions (bentangan sepanjang sungai dan memiliki bangunan menara), dengan 10 pintu air, mirip dengan Bendung Pintu Air 10 yang berada di Kota Tangerang.

Kondisi alat untuk menjalankan pintu air pengganti di Bendungan Lama Pamarayan.
Kondisi alat untuk menjalankan pintu air pengganti di Bendungan Lama Pamarayan. (TribunBanten.com/Desi Purnamasari)

Arsitekturnya merupakan imitasi dari bangunan kuil di Athena (Yunani) yang dibangun antara 437-432 SM atau pintu gerbang (gateway) dengan prinsip konstruksi an opening within flinking column and entablature (sebuah bukaan yang diapit kolom ber-entablature).

Pada prinsipnya, bangunan ini menerapkan arsitektur order yang berdenah empat persegi panjang.

Kolom-kolomnya berbentuk persegi masif bersegmen (entablature) yang terkesan kokoh yang berfungsi sebagai landasan plat-plat baja untuk membendung aliran air sungai.

Kolom-kolom  tersebut bagian bawahnya berlorong, berfungsi untuk memudahkan akses ke bagian depan dan belakang bangunan pintu air.

Selanjutnya, bagian atap bangunan tidak memiliki pediment seperti pada kuil-kuil Yunani pada umumnya. 

Bagian ini berdenah asimetris, yakni berbentuk “salib melintang” dan memiliki gaya arsitektur Second Empire Baroque dengan 3 menara berbentuk square tower dan beratap simple mansard roof dengan bentuk square.

Puncak atap menara sebelah barat berbentuk datar, bertakik pada setiap lerengnya serta bersegmen pada setiap sudutnya, sedangkan puncak atap menara sebelah timur berbentuk seperti mahkota.

Kedua menara ini terletak pada sayap bangunan dan menyatu dengan bangunan pintu air. Pintu air diapit oleh rel yang membujur sepanjang bangunannya sebagai akses untuk pengontrol kerusakan dan kegiatan perbaikannya.

Pada bangunan Bendungan Lama Pamarayan ini, terdapat 2 bangunan pintu pembagi air dengan bukaan berdekorasi geometris (belah ketupat) yang masing-masing terletak di  sebelah selatan ujung barat dan timur pintu air utama.

Bangunan sebelah barat memiliki 5 pintu air sedang bangunan sebelah timur memiliki 2 pintu air.

Berjarak kira-kira 500 m di sebelah utara dan selatan pintu air terdapat 2 buah pengukur ketinggian air, yang terletak di sebelah selatan pada saat ini masih terendam air sedangkan yang terletak di sebelah utara, areal di sekitarnya dipergunakan sebagai lahan pertanian oleh masyarakat.

Baca juga: Jadi Simbol Modernisasi Islam, Masjid Agung Sheikh Zayed di Abu Dhabi Uni Emirat Arab Punya 4 Menara

Penjaga Bendungan Lama Pamarayan, Agus, menjelaskan kepada TribunBanten.com, di Bendungan Lama Pamarayan, Sabtu (19/12/2020) lalu, bahwa di atas bangunan Bendungan Lama Pamarayan terdapat 10 alat untuk membuka dan menutup pintu air yang berbaris dari ujung pintu kanan sampai kiri. 

Alat-alat yang terbuat dari besi itu, kini sudah berkarat.

Di sisi belakang terdapat tiang-tiang yang berfungsi untuk penerangan. Ada sekitar tujuh tiang yang masih tersisa karena sebagian sudah ada yang runtuh.

Menurut Agus, mesin untuk membuka atau menutup pintu air ini dilakukan dengan cara yang masih manual.

Butuh delapan orang untuk menggerakan mesin ini.

Di atas menara, terdapat juga ruang kontrol dengan sisa-sisa mesin yang masih ada.

Satu di antaranya adalah mesin pendeteksi datangnya air.

Jika air akan datang dari arah Rangkasbitung, alat ini akan secara otomatis menyala.

Selain itu, terdapat pula foto-foto hitam putih yang menunjukkan kunjungan Presiden Soekarno dan momen-momen pada saat bendungan lama ini masih berfungsi.

Di belakang terdapat jalan untuk masyarakat sekitar yang akan melintas melewati bendungan dari arah Cikeusal ke Pamarayan dan sebaliknya

Di sisi depan bendungan terdapat jalan setapak yang berfungsi untuk pejalan kaki.

Bendungan Pamarayan Lama ini sudah tidak lagi dioperasikan karena diperkirakan debit air yang semakin tinggi dan alat yang digunakan masih manual.

“Ada kekhawatiran bangunan akan runtuh,” ucap Agus.

Setelah itu, dibuatlah bendungan yang baru.

Namanya Bendungan Baru Pamarayan yang letaknya tak jauh dari Bendungan Lama Pamarayan.

 

Sumber : TribunBanten.com dan Kemdikbud.go.id

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved