Kisah Febriani dan Cahyani, Pasangan Baru Menikah 12 Hari, Jadi Korban Kapal Tenggelam di Selat Bali

Kisah pilu menipa sepasang suami istri yang baru menikah, bernama Febriani dan Cahyani korban tragedi tenggelamnya kapal KMP Tunu Pratama Jaya

Editor: Ahmad Tajudin
Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
TANGIS - Febriani tak kuasa menahan tangis setelah melihat jenazah istrinya bernama Cahyani, yang baru tiba di Posko ASDP Gilimanuk. Ia bersama istrinya menumpang KMP Tunu namun terpisah saat di laut. 

TRIBUNBANTEN.COM - Kisah pilu menipa sepasang suami istri yang baru menikah, bernama Febriani dan Cahyani korban tragedi tenggelamnya kapal KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali.

Belum genap dua pekan menjadi pasangan suami istri, tepatnya baru 12 hari menikah keduanya harus mengubur kisah cinta mereka.

Peristiwa yang terjadi pada Rabu (2/7/2025) itu, mengubah nasib pasangan muda yang seharusnya merasakan kebahagiaan berubah jadi duka mendalam.

Pria berusia 27 tahun itu harus merelakan kepergian sang istri tercinta bernama Cahyani, yang menjadi korban tragedi tenggelamnya kapal KMP Tunu Pratama Jaya.

Melansir dari Tribun Bali, tangis dan penyesalan tampak menyelimuti perasaan Febriani.

Baca juga: Daftar 53 Penumpang Kapal KMP Tunu Pratama Jaya yang Tenggelam di Selat-Bali, 4 Orang Selamat

Baca juga: Prabowo Instruksikan Basarnas Ambil Tindakan Tanggap Darurat Penyelamatan pada Tragedi di Selat-Bali

Febriani tak menyangka perjalanan singkat menyeberang di Selat Bali, berujung perpisahan abadi dengan kekasihnya tercinta.

"Kejadiannya begitu cepat. Tidak ada yang mengira kapal KMP Tunu Pratama Jaya akan tenggelam," ucapnya saat di Posko ASDP Gilimanuk, Kabupaten Jembrana, Kamis (3/7/2025).

Dalam insiden itu, Febriani dan Cahyani (30) sama-sama merantau ke Denpasar, Bali untuk bekerja.

Keduanya memutuskan pulang kampung di Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi untuk menikah pada tanggal 20 Juni 2025 lalu. 

Setelah 12 hari menikah, Febriani memutuskan kembali merantau ke Denpasar untuk bekerja.

Jejak sang suami pun diikuti oleh istrinya, hingga keduanya memesan travel untuk mengantar perjalanan. 

"Kami berangkat pukul 22.00 Wita, sampai Pelabuhan Ketapang sekitar pukul 22.30 Wita, dan langsung naik kapal," ujarnya.

Sebagai orang yang kerap melakoni perjalanan Bali-Jawa, Febriani merasa olengnya kapal yang ia rasakan saat itu adalah hal biasa.

Menurutnya itu karena pengaruh gelombang air laut. 

Namun lama kelamaan, hal yang dianggap biasa menjadi perasaan cemas.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved