Banten Darurat Kekerasan Seksual Anak
Psikolog UI Dampak Kekerasan Seksual Anak di Banten: Bisa Alami Gangguan Jiwa dan Mengancam Nyawa
Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Banten meningkat tajam pada 2025. Psikolog Universitas Indonesia menyebut dampaknya sangat serius.
Penulis: Ade Feri | Editor: Abdul Rosid
Dirinya juga menjelaskan, dampak psikologis terhadap korban laki-laki dan perempuan juga berbeda.
Menurutnya, pada korban laki-laki yang mengalami kekerasan seksual memiliki kecondongan meniru atau melakukan hal yang sama kepada anak lain yang lebih kecil darinya.
Sedangkan untuk anak perempuan, dampaknya akan lebih kompleks dan berpotensi membuat korban menjadi korban yang berulang.
"Penelitian menunjukkan, laki-laki yang jadi korban kekerasan seksual dari orang dewasa itu akan lebih mudah meniru dan melakukannya kepada anak lain," kata Kristi.
"Kalau perempuan, mereka mungkin menjadi lebih rentan menjadi korban kekerasan-kekerasan selanjutnya atau menjadi korban berulang," jelasnya.
Hal itu kata dia, dipengaruhi juga oleh perbedaan aspek psikologi dan aspek sosial yang dialami antara korban kekerasan seksual laki-laki dan perempuan.
"Kalau laki-laki kan mungkin merasa tidak berdaya ketika jadi korban kekerasan seksual oleh orang dewasa, sehingga ia akan berpikir akan melakukan tindakan serupa kepada anak yang lebih kecil dari dia," ucapnya.
"Kalau pada perempuan, persoalannya memang agak kompleks, karena pada perempuan itu ada stigma kalau dia dianggap sudah kotor, tidak suci, ketika orang dewasa di sekitarnya tahu bahwa dan dinilai anak itu sudah tidak perawan, konotasinya membuat korban mungkin minder, malu, dan sebagainya," tutur Kristi.
"Sehingga ketika dia memperoleh perhatian dari orang lain yang terlihat kayanya baik, dia akan cenderung gampang percaya. Atau mudah ditipu atau gampang dieksploitasi oleh orang lain. Kadi orang lain itu pura-pura baik, nanti melakukan Kekerasan seksual lanjutan," jelasnya.
Oleh karena itu kata dia, peran pemerintah sangat diperlukan dalam mencegah terjadinya praktik kekerasan seksual terhadap anak.
Sebab, pencegahan kekerasan seksual pada anak itu tidak bisa dilakukan orang per orang.
Apalagi, pada banyak kasus pelaku kekerasan seksual tersebut bukan lah orang lain, melainkan keluarga atau kerabat dekat korban.
"Pencegahan tidak bisa orang per orang yang melakukan, tapi lebih kepada pemerintah," kata Kristi.
"Karena kan sebenarnya ada keluarga-keluarga yang justru orang-orang dewasanya yang melakukan ke anaknya. Kalau gitu kan si orang dewasa itu yang harusnya bisa lebih mengontrol diri," tambahnya.
"Intinya kurang tepat menurut ku kalau anak tidak diperbolehkan bermain, atau apapun agak susah. Karena pelakunya sering kali guru, kakek, paman, ayah. Kan gitu," tutur Kristi.
"Jadi sosialisasi di masyarakat tentang apa yang dimaksud kekerasan seksual, mengapa itu tidak boleh, bagaimana hukum melihat itu kalau ada yang melakukan, itu yang paling penting harus dilakukan pemerintah," tandasnya.
Kasus Dugaan Pelecehan di SMPN 23 Kota Tangerang, Kuasa Hukum Wakepsek Bantah Laporan Korban |
![]() |
---|
Dindik Kota Tangerang 'Piara' PNS Terduga Pelaku Pencabulan Siswa SMP |
![]() |
---|
Kasus Dugaan Pencabulan Siswa di SMP Tangerang, Terduga Pelaku Pindah ke Dinas Pendidikan |
![]() |
---|
Dear Warga Tangsel! Lapor Hotline Tangsel Siaga 112 Jika Alami Kekerasan Seksual |
![]() |
---|
KRONOLOGI Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di SMPN 23 Kota Tangerang: Korban Diduga 3 Kali Dicabuli |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.