Banten Darurat Kekerasan Seksual Anak

Psikolog UI: Kekerasan Seksual pada Anak Bisa Hancurkan Keharmonisan Keluarga

Psikolog UI Prof. Dr. Kristi Poerwandari menyebut kekerasan seksual bisa memicu perpecahan keluarga.

Penulis: Ade Feri | Editor: Abdul Rosid
tribunlampung.co.id/dodi kurniawan
Ilustrasi pencabulan - Psikolog UI Prof. Dr. Kristi Poerwandari menyebut kekerasan seksual pada anak berdampak besar, tak hanya pada korban tapi juga memicu perpecahan keluarga. 

Laporan Wartawan TribunBanten.com, Ade Feri Anggriawan

TRIBUNBANTEN.COM, TANGERANG - Dosen Psikologi Klinis Universitas Indonesia, Prof. Dr. Elizabeth Kristi Poerwandari, mengatakan kekerasan seksual terhadap anak tidak hanya berdampak buruk pada korban, melainkan juga terhadap keluarga.

Dampak tersebut dapat berupa pertengkaran, pindah tempat tinggal, dan kekacauan-kekacauan lainnya.

"Dampak kekerasan seksual terhadap anak ini buruk juga dampaknya ke keluarga, apalagi di Indonesia," ujarnya kepada TribunBanten.com melalui sambungan telepon, Selasa (22/7/2025).

"Yang terjadi di Indonesia, ketika orang tua atau orang dewasa mendengar ada kekerasan seksual terhadap anak, mereka bisa marah sekali, dan bisa menyebabkan perpecahan dalam keluarga," sambungnya.

Baca juga: Tiga Oknum Guru SMAN 4 Kota Serang Dinonaktifkan, Diduga Buntut Lecehkan Siswanya

"Dan bahkan bisa membuat keluarga itu mengurung diri karena malu diomongin sama lingkungan, atau juga dia pindah kontrakan," jelasnya.

Menurutnya, kekerasan seksual tersebut memang memberikan dampak yang sangat buruk bagi korban dan juga keluarga, akan tetapi seharusnya orang tua bisa menanganinya dengan baik.

Sehingga tidak membuat suasana dalam keluarga menjadi lebih kacau.

"Kekerasan seksual memang buruk, tapi ketika kita menanganinya dengan baik, dampaknya tidak perlu menjadi terlalu kacau," ucapnya.

"Jadi perlu lebih tenang, tidak saling menyalahkan, tapi harus saling kerja sama membantu pemulihan si anak," jelasnya.

Menurutnya, kekacauan tersebut kerap terjadi lantaran orang tua atau orang dewasa di dalam keluarga lebih mementingkan nama baik keluarga dibandingkan peduli terhadap kesehatan mental anak.

"Itu yang utama di Indonesia, karena mungkin ada yang tidak terlalu peduli pada anak, tapi lebih peduli ke nama baik keluarga," ucap Kristi.

"Apalagi kalau pelakunya orang di dalam keluarga, misal bapaknya, pamannya, dan sebagainya. Itu kan bisa menimbulkan kekacauan sekali," imbuhnya.

"Misalkan di satu sisi ibunya takut kehilangan ayah yang mencari nafkah, jadi anaknya tidak dipercaya ibunya, atau misalkan ada perbedaan pendapat antara kedua orang tua jadi saling menyalahkan," kata Kristi.

Oleh karena itu, Kristi menuturkan, dalam mengatasi permasalahan kekerasan seksual terhadap anak, keluarga harus melihat dari perspektif yang lebih luas.

"Agar cara menanganinya itu tidak menimbulkan kerugian lebih lanjut," tuturnya.

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved