KPK hingga Golkar Buka Suara, Usai Setya Novanto Resmi Bebas Bersyarat

Terpidana kasus korupsi e-KTP (KTP Elektronik) Setya Novanto alias Setnov kini telah menghirup udara bebas usai resmi memperoleh pembebasan bersyarat.

Editor: Ahmad Tajudin
Kolase TribunNetwork/Kompas.com
Terpidana kasus korupsi e-KTP (KTP Elektronik) Setya Novanto alias Setnov kini telah menghirup udara bebas usai resmi memperoleh pembebasan bersyarat. 

TRIBUNBANTEN.COM - Terpidana kasus korupsi e-KTP (KTP Elektronik) Setya Novanto alias Setnov kini telah menghirup udara bebas usai resmi memperoleh pembebasan bersyarat.

Mantan Ketua DPR RI itu diketahui telah keluar dari Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada Sabtu (16/8/2025). 

Untuk diketahui, Setya Novanto yang merupakan mantan Ketua DPR RI dikenal sebagai politikus senior Partai Golkar.

Ia pernah menjabat sebagai Ketua DPR RI periode 2014–2019 serta Ketua Umum DPP Partai Golkar pada 2016–2017. 

Awalnya, Setnov divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara lebih dari Rp2,3 triliun.

Baca juga: Terpidana Koruptor, Setya Novanto Bebas Bersyarat dari Lapas Sukamiskin di Momen HUT ke-80 RI

Hukuman tersebut, lalu dipotong Mahkamah Agung (MA) dengan mengabulkan Peninjauan Kembali (PK).

Putusan ini membuat Setnov dihukum dengan pidana penjara selama 12 tahun dan 6 bulan sehingga bebas bersyarat.

Lantas, berikut respons dari berbagai pihak atas bebas bersyarat yang diperoleh Setya Novanto.

KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, tidak akan ikut campur terkait hal ini karena pembebasan narapidana merupakan wewenang penuh Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas).

 
Pembebasan bersyarat merupakan hak narapidana yang diatur dalam sejumlah regulasi hukum di Indonesia. 

Ketentuan ini memungkinkan narapidana untuk menjalani sisa masa pidananya di luar lembaga pemasyarakatan dengan pengawasan dan pembinaan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas).

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menegaskan bahwa tugas KPK dalam penindakan kasus korupsi telah selesai setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dieksekusi.

Baca juga: Alasan Setya Novanto Bebas Bersyarat, Ternyata Karena Rajin Berkebun & Jadi Inisiator di Sukamiskin

"Sesuai dengan ketentuan UU KPK, tugas dan kewenangan KPK dalam menangani perkara tindak pidana korupsi, hanya sebatas melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan eksekusi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap," ujar Johanis Tanak dalam keterangannya, Senin (18/8/2025).

"Setelah semua tugas tersebut dilaksanakan, selesai sudah tugas KPK. Untuk urusan yang terkait dengan adanya pemberian bebas bersyarat kepada terpidana, termasuk terpidana Setya Novanto, hal tersebut menjadi ranah tugas dan kewenangan dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. KPK tidak ikut campur dengan hal tersebut," imbuhnya.

Penampakan sel Setya Novanto.
Penampakan sel Setya Novanto. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN/ TribunJabar)

 
Golkar

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, mengatakan bebas bersyarat yang diperoleh Setya Novanto telah sesuai proses hukum. 

Sarmuji berharap, rekan satu partainya itu bisa menjadi pribadi yang lebih baik.

"Pak Novanto sudah menjalani pemasyarakatan sebagai bekal saat menjalani hidup normal. Insyaallah lebih baik," kata Sarmuji kepada Tribunnews.com, Minggu (17/8/2025).

Ia berujar, kritik terhadap pembebasan bersyarat tersebut sebaiknya dipahami dalam kerangka hukum yang berlaku.

"Beliau sudah menjalani hukumannya sesuai proses hukum," ujar Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI.

Formappi

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai pembebasan bersyarat Setya Novanto menjadi kado buruk bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.

Menurut Lucius, keputusan itu berlawanan dengan semangat Presiden Prabowo Subianto yang dalam pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR/DPR menegaskan komitmen besar untuk memberantas korupsi.

"Janji presiden untuk mengejar pelaku korupsi bahkan jika itu adalah elite purnawirawan TNI dan kader partainya sendiri terasa hambar ketika dunia penegakan hukum kita justru bermain dengan hukuman bagi pelaku yang sudah divonis dan dihukum penjara seperti Setya Novanto ini," kata Lucius kepada Tribunnews.com, Minggu.

Ia menyatakan, menjadi ironi antara pidato presiden yang berapi-api dan kenyataan hukum yang bermurah hati terhadap koruptor menjadi suguhan tak lucu di tengah perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.

"Kita pun jadi makin sadar, bahwa omongan paling berani soal pemberantasan korupsi bisa jadi tinggal omon-omon saja," ujar Lucius.

Ia menegaskan, jika pemerintah serius, maka harus ada komitmen yang sama di semua lini penegakan hukum.

"Harus ada komitmen yang sama bahwa tak ada revisi, amnesti hingga pembebasan bersyarat bagi pelaku korupsi agar ada efek jera bagi pelaku lainnya," ucapnya.

Menurutnya, pemberian remisi maupun pembebasan bersyarat hanya menegasikan perang melawan korupsi yang dideklarasikan Prabowo.

"Dengan pembebasan bersyarat Novanto ini maka jalan menuju pembebasan bangsa dari korupsi nampaknya semakin jauh," tutur Lucius.

Ia juga menyoroti bahwa sikap lunak terhadap koruptor bisa membuat politikus tak jera.

"Pemberantasan korupsi hanya jargon politik saja, dan karena itu para politisi nampaknya tak merasa harus takut untuk melakukan korupsi lagi." 

"Toh seberat-beratnya hukuman, kemurahan hati bagi para pelaku nampaknya tak pernah berhenti diberikan oleh penegak hukum dan penguasa," tegasnya.

BEBAS - Tersangka kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto berada di mobil tahan KPK seusai menjalani pemeriksaan di Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/11/2017). Kedatangan Setya Novanto ke KPK untuk menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP.
BEBAS - Tersangka kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto berada di mobil tahan KPK seusai menjalani pemeriksaan di Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/11/2017). Kedatangan Setya Novanto ke KPK untuk menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP. (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenimipas membenarkan pembebasan bersyarat Setya Novanto

Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Ditjenpas, Rika Aprianti, menyatakan keputusan ini didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan tanggal 15 Agustus 2025.

Dengan status barunya, Setya Novanto kini menjadi klien pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung dan diwajibkan melapor sebulan sekali.

"Yang bersangkutan mendapatkan bimbingan dari pembimbing kemasyarakatan Bapas Bandung sampai tanggal 1 April 2029," kata Rika.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Mashudi menambahkan, jika Setya Novanto melakukan pelanggaran selama masa pembebasan bersyarat, statusnya dapat dicabut seketika.

Pihak Ditjenpas menjelaskan bahwa Setya Novanto telah memenuhi syarat administratif dan substantif, seperti berkelakuan baik, telah menjalani 2/3 masa pidana, serta melunasi denda Rp500 juta dan uang pengganti.

Selain itu, ada alasan khusus di balik pembebasan bersyarat ini. Menurut Rika Aprianti, Setya Novanto dinilai aktif dalam program pembinaan.

"Dia itu menjadi motivator atau inisiator program klinik hukum di Lapas Sukamiskin. Selain itu juga aktif dalam program kemandirian di bidang pertanian dan perkebunan," jelas Rika.

Sebelum bebas bersyarat, hukuman Setya Novanto telah beberapa kali berkurang. 

Hukuman awalnya 15 tahun penjara dipotong menjadi 12,5 tahun melalui putusan PK Mahkamah Agung pada Juni 2025. 

Ia juga mendapatkan total remisi atau pengurangan masa hukuman sebanyak 28 bulan 15 hari.

Sementara itu, hak politik Setya Novanto untuk menduduki jabatan publik baru akan pulih 2,5 tahun setelah ia dinyatakan bebas murni pada tahun 2029 mendatang.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribun Banten
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved