Beda Budaya Politik Indonesia dan Amerika Serikat, Saling Puji Antar Paslon Sesuatu yang Mahal
Pengamat Politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Leo Agustino meminta pasangan calon kepala daerah agar dewasa dalam politik.
Penulis: Marteen Ronaldo Pakpahan | Editor: Glery Lazuardi
Laporan wartawan Tribunbanten.com, Marteen Ronaldo Pakpahan
TRIBUNBANTEN.COM, SERANG - Pengamat Politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Leo Agustino meminta pasangan calon kepala daerah yang berkontestasi di pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 agar dewasa dalam politik.
Menurut dia, pasangan calon kepala daerah harus bisa menunjukkan cara bagaimana seharusnya seorang pemimpin bersikap dalam menghadapi sebuah dinamika politik yang ada di masyarakat.
Dapat saja, kata dia, pasangan calon yang satu mengkritisi program kerja atau gagasan pasangan calon kepala daerah yang lain, namun, tetap harus melihat batasan-batasan yang berlaku yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu atau pilkada.
"Itu tidak pernah ada sejarahnya di negara demokrasi yang lainnya, kalau misalkan kita lihat waktu debat publik Pilpres Amerika saja tidak jarang para kandidat memberikan sanjungan kepada lawan politiknya," katanya saat dikonfirmasi melalui sambungan seluler, Selasa (17/11/2020).
Baca juga: Pemungutan Suara Pilkada untuk Pasien Covid-19 di Banten Dilakukan Lewat Jendela
Di Indonesia, dia menilai, sebuah sanjungan kepada lawan politik adalah barang yang mahal dan terkesan menjatuhkan harga diri.
Padahal, menurut dia, melalui saling memuji satu sama lain akan timbul kesan positif di masyarakat yang juga bagian dari edukasi politik.
Selain itu, para calon harus memperhatikan etika dan sikap seorang pemimpin yang tidak emosional pada saat menjawab pertanyaan dan serangan yang bertubi-tubi kepada dirinya.
Apabila hal itu tidak diperhatikan, kata dia maka akan timbul kesan kepada masyarakat menunjukkan kegagalan dirinya sebagai pemimpin yang bisa mengontrol emosi masyarakatnya.
"Ketika ia kehilangan cara kontrol dirinya sendiri jangan-jangan dia tidak bisa mengontrol daerahnya," tegasnya.
Baca juga: Sejauhmana urgensi Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19?
Dia menambahkan, seorang pemimpin sebelum menjadi pemimpin harus bisa mengatur dirinya dan menahan emosional dirinya sebelum ia akan mengatur emosional masyarakat Kabupaten Serang.
"Nah ketika mereka tidak bisa mengontrol emosi, baik dari menyundutkan pasangan calon, menaikkan nada suaranya saja dalam pandangan saya itu sudah tidak layak menjadi pemimpin," tutupnya.