Virus Corona
Pria ini Kaget, Bayar Rp 1,5 Juta Biaya Pikul Jenazah Pemakaman Mertua dengan Prokes Covid-19
Pihak rumah sakit mempersilakan keluarga untuk terlebih dulu ke TPU guna mengurus keperluan pemakaman.
TRIBUNBANTEN.COM - Rahman kaget ketika harus membayar uang pemakaman Rp 1,5 juta.
Mertua pria berusia 43 tahun ini dimakamkan dengan protokol kesehatan Covid-19 di tempat pemakaman umum (TPU) Cikadut, Kota Bandung.
Uang pemakaman itu untuk jasa pikul jenazah.
Baca juga: Penggali Makam Covid-19 di TPU Jombang Unjuk Rasa, Janji Rp 1 Juta per Lubang Belum Direalisasi
Baca juga: Belasan Pelanggar Prokes di Tangerang Selatan Diajak Ziarah ke Makam Covid-19
Baca juga: Area Pemakaman Pasien Covid di Tangsel Dipenuhi Sampah APD, Pengelola: Belum Ada Tempat Pembuangan
Dia mengakui pemakaman jenazah dengan protokol Covid-19 di di TPU Cikadut gratis, baik untuk penyediaan lahan, penggalian liang lahat, maupun pengurukan.
Rahman mengatakan, mertuanya dimakamkan dengan protokol Covid-19 setelah dirawat di RS Al Islam Bandung.
Menurut dia, untuk seluruh rangkaian proses administrasi, pemulasaraan jenazah, hingga pengantaran jenazah ke TPU Cikadut menggunakan ambulans berjalan lancar.
Pihak rumah sakit mempersilakan keluarga untuk terlebih dulu ke TPU guna mengurus keperluan pemakaman.
"Jadi, saat itu, sekitar pukul 09.00, sebagian dari kami berangkat ke TPU Cikadut sambil membawa surat pengantar untuk mengurus keperluan pemakaman almarhum di sana," ucapnya.
Saat proses administrasi pendaftaran di Kantor TPU Cikadut, ujarnya, salah seorang petugas meminta Rp 500 ribu untuk biaya proses pendaftaran.
Setelah pembayaran administrasi pendaftaran dilakukan, oknum petugas tersebut mengarahkan pihak keluarga untuk menemui pihak lain yang disebutnya sebagai petugas jasa pikul jenazah yang berasal dari karang taruna setempat.
Proses tersebut dikatakannya berada di luar tugas dan kewenangan dari Kantor TPU Cikadut.
Keluarga pun kemudian menemui seorang koordinator jasa pikul jenazah yang ada di depan Kantor TPU Cikadut.
Koordinator jasa pikul itu menjelaskan bahwa untuk jasa pikul biayanya Rp 2 juta.
"Karena saat itu saya hanya membawa uang tunai Rp 1,5 juta, maka terjadi proses negoisasi. Awalnya mereka menurunkan biaya jasa itu menjadi Rp 1,8 juta, tapi akhirnya disepakati hanya Rp 1,5 juta."
"Sambil bilang sebenarnya mereka tidak enak melakukan itu (meminta pembayaran) kepada pihak keluarga yang sedang berduka. Kami pun berpikir karena harus segera dilaksanakan pemakaman, tidak ada pilihan lain untuk membayar nominal uang yang diminta," ujarnya.
Rahman mengatakan, keberadaan jasa pikul jenazah ini sangat penting di permakaman khusus Covid di TPU Cikadut.
Namun, jika para pemikul jenazah itu harus membiayai sendiri aktivitasnya dengan cara meminta bayaran pada keluarga jenazah, kata Rahman, tentu sangat disayangkan.
Pemerintah, ujarnya, seharusnya memberi perhatian lebih bagi mereka yang bertugas di permakaman Covid-19, termasuk masyarakat yang jadi pemikul jenazah.
"Kasihan, mereka harus rela bertaruh nyawa rentan terpapar Covid-19 untuk memenuhi kebutuhan hidupnya," katanya.
Keprihatinan juga juga diungkapkan salah seorang kerabat jenazah asal Kecamatan Lengkong, yang mengaku juga dimintai biaya pengangkutan jenazah saat ikut memakamkan kerabatnya di TPU Cikadut.
"Kami dimintai Rp 2 juta. Tapi kami enggak punya pilihan," ujarnya kepada Tribunjabar.id, melalui telepon, semalam.
Ia juga berharap pemerintah memperhatikan para pemikul jenazah ini.
"Kalau enggak ada mereka, siapa yang memikul jenazah ke liang lahat?" ujarnya.
Tarif Pikul Peti Jenazah Covid-19
Ada bisnis jasa pikul peti jenazah Covid-19 di Cikadut.
Puluhan pemuda di sekitar tempat pemakaman umum (TPU) Cikadut, Kota Bandung, menjadi tukang pikul peti berisi jasad pasien yang meninggal karena terpapar atau diduga terpapar Covid-19.
Lalu berapa tarif pikul peti jenazah Covid-19 di TPU Cikadut?
Fajar Ifana (40), koordinator Tim Jasa Pikul Covid-19 di TPU Cikadut mengatakan tak pernah mematok biaya untuk jasa pikul jenazah Covid-19 ini.
Jika ada ahli waris dari yang meninggal datang dan minta bantuan angkut peti, kata Fajar, ia akan tanya dari rumah sakit mana, alamat di mana.
"Mereka biasanya lalu tanya berapa imbalannya, kami jawab silakan saja berapa, tidak kami tarif. Mereka nanya lagi, biasanya dikasih berapa, kami jawab kadang ada yang kasih Rp 2 juta kadang Rp 1,5 juta. Bahkan kurang dari segitu juga pernah," kata Fajar.
"Sering juga kalau ada dari keluarga tidak mampu, tidak ngasih juga enggak apa-apa. Kami ikhlas."
Uang yang mereka terima, kata Fajar, tidak mereka gunakan sepenuhnya untuk keperluan pribadi.
Sebagian disimpan untuk pembelian APD.
"Kami juga menggunakannya untuk layanan swab tes anggota kami setiap dua bulan sekali, meski tidak semua. Lalu kami belikan APD hingga berdonasi ke warga di sekitar TPU Cikadut yang terdampak Covid 19. Sisanya untuk anak dan istri. Semuanya tercatat," ucapnya.
Fajar juga menolak jika apa yang mereka lakukan ini adalah pungutan liar.
Apa yang mereka lakukan, kata Fajar, adalah jawaban atas tidak adanya pihak yang bertanggung jawab dalam memikul peti jenazah dari ambulans ke liang lahat.
"Ya siapa yang mau memikul memindahkan peti jenazah Covid 19 ke liang lahat? Soal biaya, kami tidak pernah mematok. Silakan saja," ujar Fajar.
Ada Kuitansi
Setiap kali terdengar sirene ambulans datang, para pemikul jenazah bergegas ke lokasi kuburan menggunakan sepeda motor dari posko mereka di pintu masuk TPU Cikadut.
Jumlah mereka bisa 10 orang.
Setelah mengenakan baju hazmat, mereka bergegas menurunkan peti dari ambulans dan membawanya ke liang lahat.
Setiap peti jenazah dipikul oleh delapan orang bergantian.
Seusai bertugas, seorang anggota tim pemikul mencatat dan menunjukan kuitansi jasa memikul jenazah Rp 2 juta.
"Kami catat semuanya, Kang. Ada kuitansinya," ujar Fajar.
Sudrajat, PNS UPT TPU Cikadut, yang juga koordinator lapangan tim petugas pemakaman mengatakan memikul jenazah dari ambulans ke liang lahat memang bukan tugas mereka.
"Kami tugasnya hanya menggali dan mengubur. Di aturannya juga hanya penggalian dan pengurugan. Tim pikul dari luar," ujar Sudrajat, Rabu (20/1/2021).
Sudrajat mengatakan, dia membawahi 10 orang tim penggali yang disiagakan di dua lokasi pemakaman Covid 19.
Sepuluh orang itu tidak hanya bertugas di satu kuburan, melainkan di semua tempat.
Sehingga, tim yang menangani satu makam berjumlah 2-4 orang.
"Kami bukannya tidak mau memikul jenazah. Pertama, aturannya tidak mengatur soal memikul. Kedua, alasan kesehatan. Ketiga, petugas kami terbatas. Apalagi peti jenazah beratnya bisa 200-300 kilogram," ujar Sudrajat.
Ia mengakui, banyak opini di masyarakat yang menyebut pemakaman jenazah Covid 19 mahal.
"Sebenarnya gratis, tapi kan ada tim pikul, ada jasanya," ucap dia.
Ia mengatakan tarif pemikul jenazah ini bervariasi.
"Biasanya Rp 1 juta, tapi bisa ditawar. Kalau pemikul petinya dari keluarga juga suka ada, jadi gratis namun harus pakai baju hazmat," ucapnya.
Ia juga mengatakan, jenazah yang datang tidak mengenal waktu dan cuaca dan harus segera dimakamkan.
"Baik penggali dan pemikul sama-sama siaga. Untuk memikul saja itu tidak mudah, sekarang jarak memikul peti bisa sampai 500 meter, adakalanya jalurnya licin. Jadi kalaupun ada tarifnya, ada alasannya juga," kata Sudrajat. (mega nugraha/cipta permana)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Rahman Kaget Keluarganya Harus Bayar Rp 1,5 Juta untuk Pemakaman Covid-19 di Cikadut
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banten/foto/bank/originals/warga-pelanggar-prokes-di-tangsel-ziarah-ke-makam-2.jpg)