Wamenkumham: Edhy Prabowo dan Juliari Batubara Layak Dituntut Pidana Mati, Gerindra & PDIP Kompak

Sebab, keduanya selaku menteri atau penyelenggara negara yang mendapat kuasa justru melakukan praktik korupsi di tengah bencana pandemi Covid-19.

Editor: Abdul Qodir
Kolase Kompas.com/Tribunnews.com
Dua menteri Kabinet Indonesia Maju, Edhy Prabowo dan Juliari Batubara, menjadi tersangka kasus dugaan penerimaan suap saat pandemi Covid-19. 

  

Grace Claudia, istri Menteri Sosial Juliari P Batubara menjadi sorotan saat sang suami terjerat kasus dugaan korupsi dana bansos Covid-19.
Grace Claudia, istri Menteri Sosial Juliari P Batubara menjadi sorotan saat sang suami terjerat kasus dugaan korupsi dana bansos Covid-19. (Kolase DokTribunnews/Instagram)

Menurut Eddy Hiariej, Edhy Prabowo dan Juliari Batubara layak dituntut hukuman mati.

Sebab, keduanya selaku menteri atau penyelenggara negara yang mendapat kuasa justru melakukan praktik korupsi di tengah bencana pandemi Covid-19.

Selain itu, korupsi tersebut dilakukan dengan memanfaatkan jabatan yang mereka emban sebagai menteri.

"Jadi, dua yang memberatkan itu dan itu sudah lebih dari cukup dengan Pasal 2 Ayat 2 UU Tipikor," tegasnya.

Ancaman hukuman mati telah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."

Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."

Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, "Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi."

Lalu, seperti apa respons pihak PDI Perjuangan dan Gerindra atas pernyataan Wamenkumham itu?

PDIP dan Gerindra Kompak Respons Seperti Ini

Ilustrasi eksekusi hukuman mati
Ilustrasi eksekusi hukuman mati (intisari.grid.id)

Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno mengakui korupsi merupakan kejahatan terhadap keadilan sosial dan peri kemanusiaan.

Namun, menurutnya, tuntutan hukuman terhadap seorang terdakwa kasus korupsi harus menunggu proses hukumnya.

"Namun, biarlah hukum yang bicara, karena konstruksi hukum yang valid memiliki asas filosofis, sosiologis dan yuridis yang kuat dan terukur," kata Hendrawan saat dihubungi Tribunnews, Rabu (17/2/2021).

Anggota Komisi XI DPR RI ini menyatakan, semua pihak harus sabar menunggu tuntutan hukuman yang dijatuhkan, mengingat saat ini kasus tersebut sudah masuk ranah hukum.

Baca juga: Terungkap Ki Anom dan Keluarga Dibunuh Pakai Balok, Pelaku Mengaku Khilaf dan Diancam Hukuman Mati

Baca juga: Jika Mensos Juliari P Batubara Terbukti Melanggar UU ini, Ketua KPK: Ada Ancaman Hukuman Mati

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved