Pemilu 2024 Dihantui Politik Identitas dan Polarisasi, FKPT Diminta Turut Aktif Lakukan Pencegahan

Sebagai upaya mencegah polarisasi dan politik identitas di tahun politik, Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) diminta untuk turut aktif.

Editor: Glery Lazuardi
Kolase TribunBanten.com/Tribunnews.com
Ilustrasi pemilihan di Pemilu 2024. Sebagai upaya mencegah polarisasi dan politik identitas di tahun politik, Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) diminta untuk turut aktif. 

TRIBUNBANTEN.COM - Sebagai upaya mencegah polarisasi dan politik identitas di tahun politik, Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) diminta untuk turut aktif.

"FKPT bisa ikut mengedukasi agar masyarakat kita gak terjebak dalam kebencian dan permusuhan antar sesama anak bangsa yang merupakan efek dari polarisasi dan politisasi identitas," kata Boy Rafli Amar.

Pernyataan itu disampaikan saat menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) FKPT Ke-X "Bersama Memperkuat Persatuan dan Kesatuan untuk Indonesia Damai dan Harmoni di Jakarta pada Senin (20/2/2023).

Baca juga: Survei Litbang Kompas: NasDem Mulai Tuai Efek Ekor Jas Anies Baswedan, Demokrat dan PKS Merosot

Menurut dia, FKPT bisa bekerjasama dan menginisiasi dialog-dialog dengan mitra di daerah untuk menggelorakan semangat persatuan dan kesatuan.

"Dan bagaimana caranya masyarakat kita dapat merayakan pesta demokrasi tapi tidak dengan kebencian dan kekerasan," ujarnya.

FKPT memiliki 34 perwakilan dengan sekitar 306 pengurus dimana baru terbentuk FKPT di Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Sebelumnya di tahun 2022 telah terbentuk FKPT di Provinsi Papua dan Papua Barat.

FKPT mempunyai tujuh bidang terdiri dari Bidang Agama, Sosial dan Budaya, Media Massa, Hukum dan Humas, Pemuda, Pendidikan, Perempuan dan Anak, Pengkajian dan Penelitian).

Indeks Kerawanan Pemilu

Bawaslu meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024. Dalam IKP tersebut, Bawaslu melakukan pemetaan potensi Kerawanan di 34 provinsi dan 514 kabupaten dan kota seluruh Indonesia.

Anggota Bawaslu Lolly Suhenty menuturkan, IKP menjadi basis untuk program pencegahan dan pengawasan tahapan pemilu dan pemilihan.

Selain itu, IKP merupakan upaya Bawaslu dalam proyeksi dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran.

“Kami harap semua daerah tetap kondusif. Tidak terjadi hal-hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat proses pemilu yang demokratis,” ucapnya dalam peluncurkan IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024, di Jakarta, Jumat, (16/12/2022).

Baca juga: ASN Diancam Dicopot dari Jabatannya Jika Tidak Netral atau Masuk Parpol saat Pemilu 2024

Dalam IKP tersebut terungkap beberapa kategori provinsi dengan rawan tinggi, sedang dan rendah.

Untuk kategori rawan tinggi yaitu, Jakarta dengan skor 88,95, Sulawesi Utara (87,48), Maluku Utara (84,86) Jawa Barat (77,04) dan Kalimantan Timur (77,04).

Untuk kategori rawan sedang terdapat 21 provinsi, diantaranya, Banten (66,53) Lampung (64,61), Riau (62,59), Papua (57,27) dan Nusa Tenggara Timur (56,75).

Sebanyak delapan provinsi masuk dalam kategori rendah, diantaranya Kalimantan Utara (20,36), Kalimantan Tengah (18,77), Jawa Timur (14,74), Kalimantan Barat (12,69) dan Jambi (12,03).

Koordinator Divisi Pencegahan, Pengawasan, dan Partisipasi masyarakat ini menambahkan, isu terkait netralitas penyelenggara pemilu menjadi isu utama dari lima isu strategis yang terungkap dalam IKP 2024.

Lolly menilai polemik netralitas menjadi pengalaman penting dalam menjada kemandirian dan profesionalitas dalam pelaksanaan tahapan pemilu kedepan.

“Pelaksanaan tahapan di provinsi baru juga menjadi perhatian penuh terhadap persiapan pelaksanaan tahapan pemilu di Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Papua Barat Daya terutama pembentukan penyelenggara pemilu,” ungkapnya.

Dikatakan Lolly, potensi polarisasi masyarakat tidak boleh dilupakan.

Baca juga: Partai Gelora Dukung Anis Matta dan Fahri Hamzah Maju di Pilpres 2024: Jadikan Indonesia Superpower

Dia berpesan isu ini harus mendapat perhatian penuh untuk tetap menjaga stabilitas dan kondusifitas dalam setiap tahapan pemilu.

Lalu mitigasi dampak penggunaan media sosial, serta melakukan antisipasi terhadap penggunaan media sosial dan media digital dalam dinamika politik kedepan.

“Terakhir, pemenuhan hak memilih dan dipilih. Pemenuhan hak politik dan pelayanan penuh terhadap perempuan dan kelompok rentan,” tuturnya.

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved