Kabinet Prabowo Gibran

Jusuf Kalla Sentil Prabowo Gegara Ingin Tambah Kementerian Baru

Mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) menyentil Prabowo Subianto yang diisukan bakal menambah jumlah kemeterian.

Editor: Ahmad Haris
Tribunnews.com
Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK). 

TRIBUNBANTEN.COM - Mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) menyentil Prabowo Subianto yang diisukan bakal menambah jumlah kemeterian.

JK mengkritik wacana Prabowo ingin tambah lembaga kementerian yang tadinya 34 menjadi lebih dari 40.

Menurut JK jika wacana itu benar, maka itu bukan lagi kabinet kerja melainkan kabinet politik.

Baca juga: Prabowo-Gibran Wacana 40 Kursi Menteri, Disebut Politis dan Berpotensi Bakal Jadi Sumber Korupsi

Pernyataan itu disampaikan oleh JK di Jakarta Pusat pada Selasa (7/5).

JK mengatakan jika lembaga kementerian ditambah maka itu akan menjadi kabinet yang mengedepankan politis.

"Ada juga (mengakomodasi partai pendukung). Tapi itu artinya bukan lagi kabinet kerja itu namanya, tapi kabinet yang lebih politis," ujar JK.

Dikatakan JK jika Prabowo hendak menambah jumlah kementerian maka harus mengubah UU.

Terkait jumlah kementerian yang ideal, JK menilai hal itu bergantung pada program kerja pemerintah itu sendiri.

Bakal Memakan Banyak Anggaran Negara

Wacana itu juga ditanggapi oleh Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti.

Ia menilai, wacana kabinet gemuk Prabowo-Gibran ini dianggap bakal banyak memakan anggaran negara.

"Akan banyak sekali anggaran kita kesedot kepada kementerian-kementerian ini. Coba bayangkan kalau jumlah menteri 40. Nanti wakil menteri mungkin sekitar 20, sudah 60 totalnya yang harus digaji oleh negara," kata Ray, Rabu (8/5/2024).

Jumlah tersebut belum termasuk staf ahli dari presiden, staf ahli menteri dan staf ahli wakil menteri. Kemungkinan akan ada 100 orang yang mendapatkan asupan dari uang negara itu.

"Anda bisa bayangkan bisa 100 orang lebih yang mendapat asupan dari uang negara itu," terangnya.

Menurutnya keuangan negara biasa membengkak habis-habisan. Belum lagi jika nanti ada Presidential Club.

"Pengeluaran uang negara demi kepentingan membiayai aparatur negara ini nggak tanggung-tanggung bertambahnya," jelas

Ray sendiri menilai wacana penambahan kementrian dari 34 menjadi 40 bermotif bagi-bagi kekuasaan.

"Karena sudah ketahuan apapun mereka sebutkan dasarnya, itu semua adalah pola bagi-bagi kursi kabinet," sambungnya.

Kemudian Ray membandingkan dengan periode pertama dan kedua Presiden Jokowi yang tak ada penambahan kursi menteri.

"Mau mereka bilang apalah sudah ketahuan. Presiden Jokowi dua periode bisa tanpa harus menambah kursi. Bahkan hanya menyisakan dua partai politik di luar pemerintahan, kenapa Pak Prabowo nggak bisa?" tandasnya.

Baca juga: Ganjar Jadi Oposisi, Tapi Disebut Tidak Ada Pengaruhnya ke Pemerintahan Prabowo-GIbran

Bakal Jadi Sumber Korupsi

Wacana penambahan jumlah kursi menteri dalam kabinet Prabowo-Gibran mendapat kritikan dari mantan cawapres Mahfud MD.

Mahfud menilai, penambahan tersebut berpotensi membuka ruang untuk praktik-praktik korupsi.

Apabila praktik tersebut meluas maka berimbas pada kerusakan negara.

Dikutip dari Tribunnews, dalam seminar nasional di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Rabu (8/5/2024), Mahfud menduga wacana penambahan kursi menteri ini imbas banyaknya janji yang dilakukan kandidat ketika pemilu.

Mahfud lantas mencontohkan Amerika Serikat yang hanya memiliki 14 kementerian.

Kemudian di kementerian tersebut, dibagi lagi di bawahnya menjadi unit-unit.

Dikatakan olehnya bahwa pada 2019 silam, dirinya bersama beberapa pakar hukum tata negara merekomendasikan agar jumlah menteri dikurangi.

Mahfud menilai, ruang korupsi akan semakin besar bila jumlah kementerian terus diperbanyak.

(Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha/KompasTV)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved