Pilkada Kota Cilegon

Diduga Bagi-bagi Sembako, Cawalkot Robinsar Dilaporkan Tim Hukum Helldy-Alawi ke Bawasalu Cilegon

Tim Helldy-Alawi melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Robinsar dengan membagikan sembako ke masyarakat Cilegon.

|
Penulis: Ahmad Tajudin | Editor: Ahmad Haris
Kolase Tribun Banten/Tajudin
Tim Hukum Helldy-Alawi (kiri) menunjukkan bukti laporan ke Bawaslu Cilegon soal dugaan pelanggaran yang dilakukan Robinsar (kanan), calon wali kota Cilegon nomor urut 1. 

Laporan Wartawan TribunBanten.com, Ahmad Tajudin

TRIBUNBANTEN.COM, KOTA CILEGON - Tim hukum pasangan calon wali kota dan wakil wali Kota Cilegon nomor urut 02, Helldy-Alawi, melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Cawalkot 01 Robinsar ke Bawaslu Kota Cilegon.

Pelaporan itu dilakukan Tim Hukum Helldy-Alawi, usai menemukan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Robinsar dengan membagikan sembako ke masyarakat Cilegon.

Saat dikonfirmasi, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Penyelesaian Sengketa pada Bawaslu Kota Cilegon, Eneng Nurbaeti membenarkan informasi tersebut.

Baca juga: Kubu Robinsar-Fajar Kembali Laporkan ASN yang Diduga Tak Netral, Kali Ini Camat Grogol

"Iyah, kami Bawaslu sudah menerima laporan, dugaannya terkait money politik," ujarnya kepada TribunBanten.com, Rabu (2/10/2024).

Eneng menyebut, bahwa baik pelapor ataupun terlapor pihaknya tidak bisa munculkan identitasnya.

Sebab hal itu, kata dia, berkaitan dengan data informasi pribadi para terlapor.

Namun demikian, ia membenarkan adanya laporan yang dilayangkan oleh Tim Helldy-Alawi.

 

 

"Laporannya sudah kami terima per tanggal 25 September dan saat ini sedang dalam kajian," ungkapnya.

Sementara itu, Tim Hukum Pasangan Helldy-Alawi, Agus Surahmat mengatakan laporan itu dilayangkan oleh timnya, usai pihaknya menerima informasi dari media sosial, bahwa Robinsar diduga bagi-bagi sembako.

"Kami mengetahuinya memang bukan pada saat kejadian, tapi pada tanggal 21 September yang dihadiri oleh Robinsar bersama Airin di Kebondalem," ungkapnya.

Agus menyebut, alasan pihaknya melaporkan peristiwa itu ke Bawaslu, supaya para calon bisa lebih mengedepankan gagasan dan pikiran untuk Kota Cilegon.

"Karena kami ingin agar pilkada itu tempat untuk memberikan gagasan, pemikiran di mana rumusan-rumusan yang ada dari para calon kontestan itu bisa tersampaikan terhadap pemilih," katanya.

"Jangan semua gagasan-gagasan itu, kemudian tergantikan hanya dengan pemberian-pemberian sembako," imbuhnya.

Disampaikan Agus, langkah yang dilakukan oleh tim Helldy-Alawi sebagai salah satu upaya untuk memberikan pendidikan politik yang benar kepada masyarakat Cilegon.

"Karena kalau di awal diberikan berjejal-jejal semacam (sembako,-red) itu, kita khawatir bukan lagi menjalankan program atau janji," jelasnya.

Agas berharap dalam proses Pilkada ini, melahirkan para pemimpin daerah yang piawai, cerdas dan mampu merealisasikan gagasan-gagasannya.

Agus menilai, yang dilakukan oleh Robinsar, telah melanggar undang-undang nomor 10 tahun 2016 di dalam pasal 187 a. 

Di mana dalam undang-undang itu disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang melanggar hukum, atau melawan hukum dengan menjanjikan atau memberi uang atau memberi materi lainnya. 

Sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung atau tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih atau menggunakan hak pilih dengan cara tertentu. 

Sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu dan tidak memilih calon tertentu itu bisa dijerat hukum pidana. 

"Dalam pasal 73 ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, serta bisa denda sebanyak Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar," ungkapnya. 

Ancaman hukuman itu, kata dia, bukan hanya kepada si pemberi, namun juga kepada para penerima.

Baca juga: Bawaslu Kota Serang Ungkap 11 Indikator Kerawanan Pilkada 2024, Netralitas ASN Paling Mencolok 

"Dalam pasal 73 ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, serta bisa denda sebanyak Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar," ungkapnya.

Ancaman hukuman itu, kata dia, bukan hanya kepada si pemberi, namun juga kepada para penerima.

Sebelum berita ini diterbitkan, TribunBanten.com sudah berusaha menghubungi Robinsar, namun hingga kini belum mendapatkan jawaban.

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved