Ilegal dan Merusak Jalan, Pemilik Tambang di Rangkasbitung Lebak Bisa Dipidana
Plt Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Banten, Deri Dariawan, menyatakan pemilik tambang tanah merah di Desa Mekarsari bisa dipidana
TRIBUNBANTEN.COM - Plt Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Banten, Deri Dariawan, menyatakan pemilik tambang tanah merah di Kampung Papango Citeras, Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Lebak, bisa dikenakan sanksi pidana.
Hal ini karena tambang tersebut tidak memiliki izin pertambangan dari pemerintah dan beroperasi secara ilegal.
Deri menegaskan bahwa aktivitas tersebut merupakan pelanggaran hukum yang dapat dipidana.
"Ya harus dipidanakan. Karena pertama, ini ilegal (tidak berizin), itu adalah tindakan pidana. Sudah jelas tindakan pidana," ujar Deri pada Rabu, 1 Januari 2024.
Baca juga: Warga Desa Mekarsari Galang Dana, Bantu 7 Orang Yang Akan Diperiksa Polda Banten
Selain itu, kegiatan pertambangan tersebut juga melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lebak. Deri menjelaskan bahwa menurut RTRW Kabupaten Lebak, tidak ada izin baru yang diperbolehkan untuk pertambangan di wilayah tersebut.
Meskipun demikian, ESDM Banten tidak dapat melakukan penyelidikan langsung karena tidak memiliki kewenangan dalam hal ini.
Deri menambahkan, meskipun aktivitas pertambangan ilegal tersebut sudah beberapa kali dihentikan oleh pihak ESDM Banten, namun pengusaha tambang tetap melanjutkan operasinya.
"Pada bulan Februari 2024 kami tutup, namun mereka tetap beroperasi. Kami tutup lagi pada bulan November, dan kembali ada kegiatan. Kami kembali tutup," kata Deri.
Meskipun demikian, berdasarkan pantauan TribunBanten.com pada Rabu, 1 Januari 2025, lokasi galian tanah tersebut sudah tidak ada kegiatan operasi.
Baca juga: Akan Diperiksa Polisi, Ini Jadwal Pemanggilan 7 Warga Desa Mekarsari Lebak Oleh Polda Banten
Hanya terdapat bekas galian yang ditinggalkan oleh pihak pengusaha.
Lokasi galian tanah itu diperkirakan hanya berjarak sekitar 10 meter dari permukiman warga.
Deri mengungkapkan bahwa pihaknya akan kembali mendatangi lokasi tersebut untuk memastikan bahwa aktivitas pertambangan benar-benar dihentikan.
"Kami akan ke lapangan lagi untuk memastikan. Kami juga akan koordinasi dengan Satpol PP dan kepolisian," pungkasnya.
Warga Desa Mekarsari Terus Protes
Sementara itu, aktivitas tambang galian tanah tersebut telah meresahkan warga Desa Mekarsari.
Salah satu dampak yang paling terasa adalah kerusakan jalan lingkungan yang sepanjang 1,5 kilometer.
Warga merasa akses jalan yang rusak membuat aktivitas sehari-hari menjadi terganggu.
Warga pun telah beberapa kali melaporkan masalah ini kepada pihak terkait di Kabupaten Lebak, namun tidak ada tanggapan.
Puncaknya, pada 16 Desember 2024, sejumlah warga menggelar aksi unjuk rasa untuk menuntut perbaikan jalan yang rusak akibat truk besar bermuatan tanah.
Aksi ini dilakukan secara spontan tanpa adanya provokasi atau dorongan dari pihak manapun. Tarmidi, Ketua RT 04/RW 05 Kampung Papango, mengungkapkan bahwa warga merasa resah dengan kondisi jalan yang semakin parah.
"Awalnya warga diam saja, tapi semakin lama jalan yang sering digunakan warga semakin rusak. Makanya kami aksi untuk meminta agar galian tanah ini ditutup," kata Tarmidi saat ditemui di rumahnya pada Kamis, 2 Januari 2025.
Baca juga: Buntut Demo Jalan Rusak Akibat Galian Tanah, 7 Warga Desa Mekarsari Bakal Diperiksa Polda Banten
Aksi unjuk rasa tersebut melibatkan warga dari lima RT, yaitu RT Papanggo, Pasirerih, Pasirlimus, Banjarsari, dan Cimanggu.
Mereka menuntut agar galian tanah tersebut dihentikan dan menuntut pemerintah segera memperbaiki akses jalan yang rusak.
Wati, salah satu warga yang terlibat dalam aksi, menegaskan bahwa aksi tersebut murni dilakukan atas kesadaran warga untuk memperjuangkan hak mereka.
"Kami tidak diprovokasi oleh siapapun. Kami hanya ingin jalan yang bisa dilalui dengan aman dan nyaman," ujarnya.
Namun, setelah aksi tersebut, beberapa warga, termasuk Tarmidi dan enam warga lainnya, dipanggil oleh Polda Banten untuk diperiksa terkait unjuk rasa tersebut.
Pemeriksaan ini menambah ketegangan di antara warga yang merasa bahwa aksi mereka adalah hak untuk menyuarakan keluhan tentang kerusakan jalan yang dibiarkan oleh pemerintah.
Tarmidi menanggapi dengan tenang, "Kami akan mengikuti proses hukum yang berjalan di Polda Banten. Kami tidak merasa melakukan kesalahan."
Wati juga menambahkan bahwa seharusnya pemerintah membela kepentingan masyarakat dan tidak mengabaikan keluhan mereka terkait kerusakan jalan.
Baca juga: Lubang Bekas Tambang Ilegal di Mekarsari Rangkasbitung Ternyata Pernah Makan Korban: 2 Anak Tewas
"Kami hanya berharap ada tindakan nyata dari pemerintah. Kalau pemerintah datang dan cek ke lokasi, mereka harus bisa bertindak, bukan hanya balik lagi tanpa solusi," katanya.
Kondisi ini menunjukkan adanya ketegangan antara warga yang berjuang untuk memperbaiki kondisi lingkungan mereka dan pihak berwenang yang tengah berupaya menindaklanjuti masalah pertambangan ilegal yang meresahkan warga Desa Mekarsari.
Festival Seni Multatuli 2025 Siap Digelar, Angkat Tema 'Orang-orang Baru dari Banten' |
![]() |
---|
Sosok-Profil Ahmad Dofiri yang Diangkat Jadi Penasihat Presiden Bidang Kamtibmas dan Reformasi Polri |
![]() |
---|
Pemprov Banten Klaim Pemangkasan Anggaran PBI Rp19 Miliar Masih Bisa Cover UHC BPJS Kesehatan |
![]() |
---|
Curug Leuwi Bumi, Wisata Air Terjun Hits di Banten: Ini Alamat, Lokasi dan HTMnya |
![]() |
---|
Sembilan Siswa Sekolah Rakyat di Tangsel Mengundurkan Diri, Terungkap Saat Kunker Komisi VIII DPR RI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.