Banten Darurat Kekerasan Seksual Anak

Kasus Kekerasan Seksual Anak di Lebak Meningkat, DPK Dorong Gerakan Membaca Buku

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kabupaten Lebak, Banten, menanggapi terkait maraknya kasus kekerasan seksual perempuan dan anak di Lebak-Banten

Penulis: Misbahudin | Editor: Ahmad Tajudin
TribunBanten.com/Misbahudin
KEKERASA SEKSUAL - Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kabupaten Lebak, Robert Chandra menanggapi terkait maraknya kasus kekerasan seksual perempuan dan anak di Kabupaten Lebak, Banten, Senin (21/7/2025) 

Laporan Wartawan TribunBanten.com, Misbahudin

TRIBUNBANTEN.COM, LEBAK - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kabupaten Lebak, Banten, menanggapi terkait maraknya kasus kekerasan seksual perempuan dan anak di Kabupaten Lebak, Banten, Selasa (22/7/2025). 

Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Tugas Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Lebak, tercatat ada sebanyak 124 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, sepanjang Januari hingga Juli 2025. 

Kasus tersebut terdiri dari pelecehan seksual terhadap anak, persetubuhan, anak berhadapan dengan hukum (ABH), sodomi, pengeroyokan dan pemerkosaan.

Dari 124 kasus, ada tiga faktor yang mempengaruhi, di antaranya kurangnya perhatian orang tua kepada anak, penggunaan media sosial (medsos) dan lingkungan. 

Baca juga: Minim Anggaran, Perpustakaan Lebak Hanya Bisa Tambah 100 Buku Setahun

Kepala DPK Kabupaten Lebak, Robert Chandra mengajak kepada masyarakat Lebak untuk mengurangi penggunaan media sosial (medsos) dan beralih membaca buku. 

Sebab, dengan membaca buku dapat memperluas pemikiran dan memberikan perspektif baru, dalam melihat berbagai hal terutama kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. 

"Minimal dia tidak terpengaruh jauh dengan medsos, maka harus ada upaya untuk mengalihkan penggunaan handphone ke baca buku, setidaknya bisa menekan kasus dan tidak terbawa oleh zaman juga," ujarnya. 

Menurutnya, bimbingan orang tua dan guru di sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap pencegahan kekerasan seksual maupun pelecehan seksual terhadap anak.

Baca juga: Miris! Dalam Sepekan, 14 Kasus Pencabulan Ditemukan di Serang, Pelaku Mayoritas Orang Dekat Korban

"Artinya bagaimana caranya kita bisa memfilter informasi yang diperoleh anak-anak kita. Peran orang tua ketika di luar sekolah, di rumah dan lingkungan anak, sedangkan guru di lingkungan sekolah," ujarnya. 

Ia berharap, kepada orang tua dapat memberikan perhatian lebih kepada anak-anaknya.

Terlebih, membatasi penggunaan handphone anak-anak ketika berada di rumah dan dialihkan membaca buku. 

"Tadi itu yah, pengawasan di luar sekolah saat anak sedang ada di rumah dan lingkungan anak. Minimal apa yang dikerjakan anak orang tua tahu," ujarnya. 

"Cuma yang berat pengaruh medsos itu kita tidak tahu, apa yang anak broshing di dunia maya," sambungnya. 

Sebelumnya, Kepala UPTD PP Kabupaten Lebak, Fuji Astuti menyampaikan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tahun 2025 diperkirakan meningkat, dibandingkan tahun 2024 yang hanya 109.

"Tahun 2024 jumlah itu dari awal tahun hingga akhir tahun, tapi kalau sekarang dari Januari sampai sekarang udah 124 kasus. Kemungkinan meningkatkan," ujarnya. 

Baca juga: Cari Referensi Buku Perguruan Tinggi di Lebak? Ke Perpustakaan Saidjah Adinda, 9 Ribu Buku Tersedia

Ia mengungkapkan, ada tiga faktor terjadinya kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak. 

Di antaranya, kurangnya perhatian orang tua, penggunaan media sosial (medsos) dan lingkungan. 

"Itu faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual terhadap anak di kita," ungkapnya. 

"Bahkan banyak dari lingkungan terdekatnya, ada bapak tiri, kake tiri, paman dan orang luar, kaya kasus kemarin dari perangkat desa juga ada," sambungnya. 

Ia mengklaim, bahwa peran aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini sudah maksimal.

"Maksimal, karena kita kerja bareng. Kalau UPTD PPA itu pendamping, sedangkan dari APH menangani kasus hukumnya," ucapnya. 

Ia mengimbau kepada para orang tua, untuk lebih memperhatikan anak-anaknya. Baik di lingkungannya dan medsosnya. 

"Artinya anak harus mendapatkan perhatian dan pengawasan lebih dari orang tua. Karena kalau anak mendapatkan perhatian orang tua, maka kegiatan anak-anaknya bisa terpantau," pungkasnya. 

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved