Kena OTT, Bupati Koltim Abdul Azis Resmi Jadi Tersangka Kasus Suap Proyek RSUD Senilai Rp126,3 M

Bupati Kolaka Timur (Koltim) periode 2024–2029, Abdul Aziz (ABZ) kini telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek

Editor: Ahmad Tajudin
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
OTT BUPATI KOLTIM — KPK menetapkan Bupati Kolaka Timur (Koltim) periode 2024–2029, Abdul Aziz (ABZ), sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di wilayahnya. Pengumuman tersangka dilakukan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (9/8/2025) dini hari. 

TRIBUNBANTEN.COM - Bupati Kolaka Timur (Koltim) periode 2024–2029, Abdul Aziz (ABZ) kini telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di wilayahnya. 

Penetapan itu dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan pertanggal 8 Agustus 2025.

Suap adalah salah satu bentuk korupsi, yang melibatkan pemberian atau penerimaan sesuatu (uang, barang, atau fasilitas) untuk memengaruhi keputusan atau tindakan seseorang yang memiliki wewenang, secara tidak sah atau melanggar hukum. 

Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, yang merugikan negara dan masyarakat. 

Baca juga: Bupati KolTim Abdul Azis Dipastikan Ditangkap Pasca Rakernas di Makassar, Hari Ini Dibawa ke Jakarta

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, dll.) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. 

Penetapan ini merupakan hasil dari kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim KPK pada 7–8 Agustus 2025 di tiga kota: Kendari, Jakarta, dan Makassar.

Selain Bupati Abdul Aziz, KPK juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka.

Mereka adalah Andi Lukman Hakim (ALH) selaku PIC dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Ageng Dermanto (AGD) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, serta dua pihak swasta dari kontraktor pelaksana, Deddy Karnady (DK) dari PT Pilar Cerdas Putra (PCP) dan Arif Rahman (AR) dari KSO PT PCP.

"Setelah melakukan pemeriksaan intensif dan menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup, KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan lima orang sebagai tersangka," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (9/8/2025) dini hari.

Baca juga: Jaksa yang Acungkan Pistol di Pondok Aren Karena Ditegur Parkir Sembarangan, Kini Diperiksa Kejagung

Kasus ini bermula dari proyek strategis nasional untuk peningkatan fasilitas RSUD Kelas D menjadi Kelas C di Kabupaten Kolaka Timur yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp126,3 miliar.

 
Dalam konstruksi perkaranya, KPK menduga telah terjadi pengkondisian lelang proyek sejak awal. 

Pada Januari 2025, diduga terjadi pertemuan antara Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, termasuk Bupati Abdul Aziz, dengan pihak Kemenkes di Jakarta untuk mengatur agar PT PCP memenangkan lelang.

 
Setelah PT PCP ditetapkan sebagai pemenang dan kontrak ditandatangani pada Maret 2025, diduga mulai terjadi aliran dana sebagai bagian dari commitment fee sebesar 8 persen atau sekitar Rp9 miliar dari total nilai proyek.

KPK membeberkan bahwa pada Agustus 2025, tersangka Deddy Karnady (DK) dari pihak swasta menarik cek senilai Rp1,6 miliar yang kemudian diserahkan kepada PPK, Ageng Dermanto (AGD).

Uang tersebut selanjutnya diserahkan kepada staf Abdul Aziz untuk dikelola. 

"Penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui oleh Saudara ABZ (Abdul Aziz), yang diantaranya untuk membeli kebutuhan Saudara ABZ," ungkap Asep.

Tim KPK bergerak melakukan penangkapan setelah adanya penyerahan uang lain. 

Dalam OTT tersebut, tim mengamankan uang tunai sejumlah Rp200 juta dari tangan AGD, yang diduga merupakan bagian dari commitment fee yang telah disepakati. 

Total ada 12 orang yang diamankan dalam operasi senyap ini.

Atas perbuatannya, Bupati Abdul Aziz bersama AGD dan ALH sebagai pihak penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Deddy Karnady dan Arif Rahman sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kelima tersangka saat ini telah ditahan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 8 hingga 27 Agustus 2025, guna kepentingan penyidikan lebih lanjut.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved