Ledakan di Pamulang

Polisi Pastikan Ledakan di Pamulang Tangsel Berasal dari Tabung Gas Elpiji

Ledakan elpiji yang terjadi di Jalan Talas II RT 03, RW 01, Pondok Cabe Ilir, Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten.

Editor: Ahmad Haris
TribunBanten.com/Ade Feri Anggriawan
LEDAKAN di PAMULANG - Potret rumah yang hancur akibat ledakan suara misterius di Pamulang Tangsel, Jumat (12/9/2025). 

TRIBUNBANTEN.COM - Polres Tangerang Selatan mengungkapkan hasil pemeriksaan tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri, terkait sumber ledakan yang terjadi di Jalan Talas II RT 03, RW 01, Pondok Cabe Ilir, Pamulang, Kota Tangsel, Banten, Jumat (12/9/2025).

Menurut Kasi Humas Polres Tangsel AKP Agil Sahril, ledakan di Pamulang tersebut dipastikan berasal dari kebocoran tabung gas LPG ukuran 12 kilogram, yang berada di salah satu rumah warga di lokasi kejadian.

“Ledakan terjadi akibat akumulasi gas yang terkumpul di ruang tertutup, seperti dapur dan beberapa ruangan lainnya, yang berasal dari kebocoran tabung LPG. Gas yang mengendap tersebut kemudian terpicu oleh pemantik kompor,” ujar Agil, dikutip dari TribunTangerang.com, Jumat (19/9/2025).

Baca juga: Segini Anggaran Pemkot Tangsel untuk Perbaiki Rumah Terdampak Ledakan di Pamulang

Agil mengimbau masyarakat, untuk lebih berhati-hati dalam penggunaan tabung gas LPG di rumah, terutama memastikan tidak ada kebocoran dan memperhatikan sirkulasi udara di area dapur.

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Kota Tangerang Selatan memfasilitasi tempat tinggal sementara bagi 10 Kepala Keluarga (KK) korban terdampak ledakan gas elpiji di Jalan Talas II RT 03, RW 01, Pondok Cabe Ilir, Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten, Jumat (12/9/2025).

Yasir selaku kabid Linjamsos Dinas Sosial Tangsel mengatakan warga yang saat ini tinggal di rumah kontrakan berjumlah 37 jiwa, termasuk anak-anak.

Ia mengatakan delapan rumah disewa untuk menampung para pengungsi, dengan satu rumah di antaranya dihuni oleh dua KK yang masih memiliki hubungan keluarga. Penempatan rumah dilakukan oleh aparat wilayah seperti RW, Lurah, dan RT agar warga tidak terlalu jauh dari lingkungan asal mereka.

"Totalnya memang ada 10 KK. Rumah kontrakannya ada delapan karena ada satu rumah yang dihuni dua KK, mereka masih saudara," ujar Yasir.

Fasilitas kontrakan, lanjut Yasir, diberikan selama satu bulan dan akan dievaluasi kembali berdasarkan perkembangan kondisi lapangan dan kesiapan program perbaikan dari instansi terkait seperti Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim).

"Kita fasilitasi satu bulan dulu. Nanti kita lihat situasi dan kondisinya karena perbaikan dari Perkim kan belum dimulai. Kita juga terbatas anggarannya," tambahnya.

Untuk biaya kontrakan, pihaknya menggunakan standar anggaran sekitar Rp1 juta per rumah. Namun, biaya aktual di lapangan bervariasi tergantung ukuran dan kondisi rumah.

"Ada yang kontrakannya Rp650 ribu, ada yang Rp700 ribu, bahkan ada yang Rp1,2 juta. Pembayaran tetap kita sesuaikan dengan real cost. Kalau lebih dari standar, nanti sifatnya kebijakan," jelas Yasir.

Yasir mengungkapakan estimasi rata-rata biaya yang digunakan berkisar antara Rp900 ribu hingga Rp1 juta per rumah. Kontrakan mulai ditempati sejak dua hari yang lalu, setelah para pengungsi meninggalkan tempat pengungsian sementara di musala.

Sebagian warga lainnya yang tidak masuk dalam 10 KK tersebut, kembali ke rumah masing-masing yang masih bisa dihuni meski dalam kondisi rusak ringan. Beberapa di antaranya memanfaatkan bantuan terpal dari pemerintah.

Selain menyewakan rumah, Dinas Sosial juga menyalurkan bantuan berupa peralatan dapur kepada warga terdampak. Bantuan ini diberikan setelah mendapatkan masukan langsung dari para korban yang lebih memilih memasak sendiri ketimbang menerima makanan siap saji dari dapur umum.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved