Dirut PT CMIT Ajukan Banding dalam Kasus Korupsi Proyek Bakamla

Direktur Utama PT CMI Teknologi Rahardjo Pratjihno menyatakan banding atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Editor: Glery Lazuardi
(KOMPAS.com/ABBA GABRILIN)
Gedung Pengadilan Negeri/Niaga/HAM/Tipikor dan Hubungan Industrial Jakarta Pusat 

TRIBUNBANTEN.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT CMI Teknologi Rahardjo Pratjihno menyatakan banding atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Kuasa hukum Rahardjo, Saut Edward Rajagukguk menyatakan pihaknya mengajukan banding karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendzalimi kliennya.

"Demi kemandirian bangsa, kami akan banding,” kata Saut, dalam keterangannya, Jumat (23/10/2020).

Baca juga: Kejati Banten Selidiki Kasus Korupsi Tablet Siswa di Lebak dan Pandeglang, Dua Kejari Dilibatkan

Baca juga: Kejaksaan Tinggi Banten Kumpulkan Bukti Terkait Dugaan Korupsi Dosen Untirta

Menurut Saut, KPK telah menuding kliennya merugikan negara Rp 63 miliar terkait kasus korupsi proyek di Badan Keamanan Laut (Bakamla) terkait pengadaan backbone coastal surveillance system (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS).

Namun, dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, majelis justru menilai perhitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP tersebut tidak tepat.

Berdasarkan hasil perhitungan majelis, kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek BCSS hanya Rp 15 miliar.

“Meskipun sesuai perhitungan kami tidak ada kerugian negara, malah negara diuntungkan,” ujar Saut.

Dalam amar putusan, pihak BPKP Jakarta , sebagai auditor negara, instansi yang ditunjuk KPK ternyata tidak pernah memeriksa PT CMI Teknologi atau terdakwa, apalagi melakukan audit di lokasi.

Lebih jauh Saut mengatakan bahwa saksi ahli dari BPKP, Sapto Agung Riyadi,SE,MSi,Akt,CA,CfrA, di persidangan menyatakan bahwa audit tersebut hanya berdasarkan data yang sudah disajikan oleh KPK.

“Tidak utuh memasukkan perhitungan barang hasil produksi/pabrikasi sendiri serta nilai hak kekayaan intelektual klien saya yang memang mempunyai kompetensi sebagai ilmuwan memproduksi platform (instrumen) lokal, tanpa harus impor. KPK telah mendzalimi klien saya," tegas Saut.

Baca juga: Korupsi Material Jalan, Mantan Kadis PUPR Kota Cilegon dan Dua Sahabat Dijebloskan ke Penjara

Baca juga: Jokowi Sebut UU Cipta Kerja Dukung Pencegahan Korupsi, Yuk Simak Supaya Tidak Gagal Paham

Selain itu, Saut juga mengungkapkan bahwa BIIS yang merupakan Puskodal-nya Bakamla tidak memiliki platform.

Sehingga, Bakamla terpaksa harus menyewa dari pihak swasta atau perusahaan lain.
Belakangan, Bakamla tidak memperpanjang kontrak sewa BIIS dengan perusahaan tersebut.

Selain itu kata Saut, proyek tersebut menyangkut informasi kerahasiaan negara seperti pengadaan BCSS yang harus tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012.

Artinya, PT CMI Teknologi sebagai pabrikan swasta nasional di industri militer bekerja sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU , bahwa proyek ini harus seizin pihak Kementerian Pertahanan.

“Jadi bagaimana bisa PT CMI Teknologi punya niat jadi pemenang kontrak kalau semua harus tunduk pada hukum yang mengaturnya? Kalau tidak mandiri, pengawasan laut kita bisa diterobos terus oleh kapal asing di Zona Ekonomi Ekslusif," tuturnya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved