Tragedi Sriwijaya Air
Ibu dan 3 Anaknya Jadi Penumpang Sriwijaya Air SJ 182, Kerabat: Wajah Agak Pucat Sebelum Berangkat
Arneta mengajak 3 anaknya, Fao Nuntius Zai yang masih bayi, Zurisya Zuar Zai (8) dan Umbu Kristin Zai (2) untuk menuju Pontianak menaiki Sriwijaya Air
Penulis: Marteen Ronaldo Pakpahan | Editor: Yudhi Maulana A
Laporan wartawan Tribunbanten.com, Marteen Ronaldo Pakpahan
TRIBUNBANTEN.COM, SERANG - Seorang Ibu asal Taman Lopang Indah, Kelurahan Unyur, Kecamatan Serang, Kota Serang, Banten bernama Arneta Fauzi (41) menjadi penumpang Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh pada Sabtu (9/1/2017).
Arneta mengajak 3 anaknya, Fao Nuntius Zai yang masih bayi, Zurisya Zuar Zai (8) dan Umbu Kristin Zai (2) untuk menuju Pontianak menaiki Sriwijaya Air SJ 182.
Arneta Fauzi merupakan istri dari Yaman Zai, pria yang menangis ketika diwawancara awak media di Bandara Supadio Pontianak saat menunggu keluarganya.
Salah satu kerabat Arneta, Indra Bayu saat ditemui di Taman Lopang Indah, Kelurahan Unyur, Kecamatan Serang, Kota Serang, Banten mengatakan dirinya sempat mengantarkan korban menuju Bandara Soekarno-Hatta pada Sabtu (9/1/2021) pukul 08.42 WIB.
Setibanya di Bandara Soeta pukul 11.40 WIB, dirinya tetap berada di bandara khawatir Arneta gagal berangkat lagi akibat di delay.
"Tapi kita masih menunggu di bandara khawatir tidak lolos tes di bandara. Pukul 11.35 kita ditelpon oleh Mama Arneta, lolos tes, kalian pulang aja," katanya.
Selama perjalanan menuju pulang ke Serang, salah satu ART Arneta tampak sedih dan gundah seakan tidak menginginkan korban pergi untuk ke Pontianak.
Sekitar pukul 19.30 WIB, Indra mendapat kabar ada pesawat Sriwijaya Air SJ182 hilang kontak dan jatuh.
Mulanya ia sempat tidak mempercayai bahwa pesawat yang jatuh itu adalah pesawat yang ditumpangi oleh Arneta.
Setelah menelusuri info lebih lanjut, ternyata ternyata benar pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang ditumpangi Arneta jatuh.
Baca juga: KNKT : Triangle Lokasi Kotak Hitam Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 Sudah Kami Tentukan
Baca juga: Kesaksian 3 Nelayan saat Sriwijaya Air SJ 182 Jatuh, Suara Dentuman Keras hingga Air Naik 15 Meter
Ia menjelaskan, sebelum kejadian Arneta tampak berbeda dari biasanya.
Ia sempat sarapan kupat tahu, yang jarang ia pesan sebelumnya.
"Sempat meminta sarapan kupat tahu saat diperjalanan. Sudah dicari tapi tidak ketemu," terangnya.
Selain itu, ketika pagi sebelum berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta, ia melihat raut wajah Arneta dan ketiga anaknya pucat.
"Terus pas mau berangkat pagi, maaf muka mereka semua pucat semua. Saya tidak punya pemikiran apa-apa. Dan kita tidak punya pemikiran apa setelah gagal dua kali. Gagal mungkin karena tes Covid-19 tidak ada pemikiran yang lain-lain. Dan pesawat yang jatuh ini sempat didelay dua kali," tegasnya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh anak tertua Arneta yang tidak ikut berangkat, Fazriah Aulia yang merasa sangat terpukul akibat peristiwa yang terjadi pada saat itu.
"Tau kabar pertama dari Tante aku, Tante Sighi, pukul 16.30 WIB. Kaget syok dan gak percaya juga. Sampai nyari-nyari info juga. Telpon ke pihak sana juga dan keluarga yang di Pontianak," ujarnya sambil meneteskan air mata.
Menurutnya, sang ibu pada saat itu tidak banyak bicara dan sangat manja kepada dirinya.
Baca juga: TIM DVI Pastikan Tidak Ada Tenggat Waktu dalam Identifikasi Jenazah Korban Pesawat Sriwijaya SJ 182
Baca juga: Hari Ketiga Pencarian Korban Sriwijaya Air SJ 182 Ditemukan 6 Potongan Tubuh, Satu Tangan Bayi
"Cuman kok tumben sifatnya jadi manja ke saya, dekat-dekat, ramah dan baik, tumben banget biasanya kan berantem, jutek ke saya. Gak ngomong apa-apa lagi. Adik aku Sebelum berangkat manja ke aku. Kakak ikut yuk. Gak ikut karena aku jaga rumah, karena kurang fit," katanya.
Ia juga menjelaskan, sang ibu sebelum berangkat nampak menggunakan make up dan melihat ke arah kaca terus menerus.
Fazriah juga menjelaskan, tujuan Arneta ke Pontianak selain untuk menemui suaminya, juga ada keperluan bisnis.
"Mau ada bisnis dan sekalian ketemu suaminya di Pontianak. Bisnis membuka kafe saya pernah dengar. Mau bisnis dengan orang sana. Papa kerja sebagai pelayar. Kalau pulang gak nentu kadang setahun sekali," terangnya.