Senin Besok Dilantik, Benyamin Davnie Akui Tak Ada Persiapan Khusus: Biarkan Mengalir Saja
Benyamin Davnie pun mengatakan rasa syukurnya karena kini sudah merasa lega setelah perjuangan panjang yang dilalui.
Penulis: Zuhirna Wulan Dilla | Editor: Yudhi Maulana A
Selain berendam di bak, Benyamin juga merindukan masa tarawih kala suasana masih sangat sepi dan gelap.
Ke Masjid di Bawah Kegelapan Demi Salat Tarawih
Pada masa Ben kecil, Kota Tangerang, kampungnya, belum seramai sekarang.
Masih banyak pohon tinggi dan jarak antar rumah masih jauh, temasuk jarak ke masjid.
Setiap setelah berbuka puasa, Ben berangkat ke masjid bersama teman-teman dengan suasana yang gelap dan rimbun.
"Rumah saya itu kan di Jalan Perwira itu, ya gelap lah ya. Jadi, Tarawih sehabis salat Magrib, buka segala rupa, jauh itu jalannya dari rumah ke masjid dan gelap sekali. Tapi, saya enggak sendiri, sama tetangga yang sepantaran (seumuran). Enggak ramai sih, tapi seru saja Tarawihnya. Jadi, kebiasaan," kenang Ben.
Jika tidak ke masjid, Ben Salat Tarawih bersama keluarga di rumah.
"Kalau enggak, tarawih di rumah dipimpin bapak saya," pungkasnya.
Main Petasan Meledak di Telinga
Selain perkara ibadah, Ben kecil juga aktif bermain dengan anak-anak lainnya.
Bulan Ramadan, permainan yang sering dilakukan Ben adalah lodong dan petasan.
Lodong yang dimaksud Ben adalah, semacam meriam terbuat dari bambu yang bahan ledakannya dari karbit yang dipicu api.
"Kalau kecil itu suka main lodong, bom lodong, dari bambu pakai karbit ya, dum dum," cerita Ben.
Soal petasan adalah kenangan yang paling sulit dilupakan Ben.
Ia menceritakan, pernah membakar petasan tapi meledak di telinga.