Mengenal Tasawuf Underground, Pesantren Anak Punk Mengaji dan Berkegiatan Positif
Halim Ambiya, tokoh masyarakat, menginisiasi Tasawuf Underground. Tasawuf Underground merupakan gerakan bertasawuf melalui media sosial
TRIBUNBANTEN.COM, CIPUTAT - Halim Ambiya, tokoh masyarakat, menginisiasi Tasawuf Underground.
Tasawuf Underground merupakan gerakan bertasawuf melalui media sosial yang diinisiasi sejak sembilan tahun lalu.
Jalur media sosial adalah cara bertasawuf secara underground.
Membaca mutiara hikmah dari para sufi yang diunggah Halim di Instagram secara diam-diam itu cara underground.
"Lalu lambat laun reaksinya cukup bagus, orang mau belajar tasawuf, secara underground di dunia maya," kata Halim di Pondok Tasawuf Underground, Kompleķs Ruko Ciputat, Blok C nomor 27, Jalan RE Martadinata, Cimanggis, Ciputat, Tangerang Selatan, Sabtu (24/4/2021).
Dari Instagram, Halim juga berdakwah dari kafe ke kafe. Ia ingin menjaring anak muda untuk karib dengan Allah melalui tasawuf.
Trian Anugrah Permana (29) alias Pongki, merupakan salah satu santri Pesantren Tasawuf Underground.
Pongki sudah beberapa tahun melanglang buana sebagai anak punk, pahit manis, asam garam sudah dilaluinya, nomaden dari jalan ke jalan, dari kolong ke kolong.
Dua tahun belakangan ia mondok di pesantren pimpinan Halim Ambiya itu. Perubahan banyak dirasakannya, dari mulai ketenangan, pengetahuan hingga arah hidup yang baru.
"Sudahlah teman, capek, mau sampai kapan, Apa sih yang sebenarnya mau dicari," ujar Trian Anugrah Permana (29) alias Pongki, salah satu santri Pesantren Tasawuf Underground.
Kutipan di atas adalah ajakan Pongki terhadap teman-teman anak punknya yang masih berada di jalan untuk kembali pulang, menuju kemapanan.
Baca juga: Pasaran Ramadan di Pondok Pesantren Al-Quran At-Thabraniyyah Kota Serang, Bikin Lela Semangat Lagi
Baca juga: Dana Hibah 150 Pesantren Disunat, Pengurus Ponpes dan Honorer Pemprov Banten Tersangka
Anak Punk
Pada 2017, Halim turun ke jalan. Ia melihat anak punk lalu lalang dengan pakaian lusuh dan alat musik seadanya.
Halim menyadari jumlah anak punk di Jakarta dan sekitarnya sangat banyak. Dan mayoritas dari mereka adalah muslim.
Di bawah terik matahari dan tebal debu jalanan anak punk bergerak ke sana ke mari.
Badan yang kumal, pakaian yang kusam terus melekat seperti sulit berganti.
Kendati banyak masjid berdiri, namun rumah ibadah itu tidak ramah dengan anak punk.
Belum melihat agamanya, dari penampilan saja, pengurus masjid sudah mengusir.
"Sementara kebanyakan mereka muslim, tapi masjid tidak menjadi oase bagi mereka, tidak menjadi tempat pengaduan para pendosa, masjid terlalu angkuh," kata Halim.
Para pengurus masjid lupa bahwa hidayah datang dari mana saja. Bahkan dari ruangan kecil tertutup tempat membuang hajat.
"Dan orang masih menganggap hidayah datang dari atas sejadah saja. Mereka lupa bahwa toilet masjid pun bagian dari kesucian. Boleh jadi orang masuk toilet dapat hidayah," tuturnya.
Melihat fenomena anak punk di tengah masyarakat itu yang membuat Halim ingin menyasar dakwahnya kepada anak-anak yang identik dengan jargon anti kemapanan itu.
Baca juga: Dana Hibah Pesantren Disunat, Swasta Tersangka, Pimpinan 150 Ponpes Diperiksa Kejati Banten
Baca juga: Ratusan Rumah dan 2 Pondok Pesantren di Lebak Terendam Banjir Saat Warga Hendak Sahur
"Dengan cara mendekati mereka satu per satu dari kolong jembatan, dari trotoar, pasar, awalnya di Perempatan Gaplek, Tebet, Tanah Abang, Gondangdia, kita himpun."
"Tahun 2018 dan 2019, banyak sekali kawan punk yang mau bergabung, sehingga kita himpun di kolong jembatan Tebet," paparnya.
Sampai 2019, Tasawuf Underground bermarkas di Kolong Jembatan Tebet.
Halum pun menjelma sahabat, ayah dan guru bagi para anak punk yang mulai ramai.
Karena banyaknya anak punk yang ikut belajar, Halim sempat membawanya ke kantornya hingga akhirnya menyewa Ruko di Cimanggis, Ciputat sebagai pondok pesantren.
Menjadi Mapan
Halim menyadari para anak punk adalah orang yang lepas dari keluarga, dari orang tua.
Permasalahan keluarga, kerap menjadi awal mula anak-anak menjadi punk.
Di jalan, anak punk sulit menemui batasan. Kehidupan bebas serta banyak pengaruh alkohol dan narkotika tak terhindarkan.
Di sisi lain, filosofi punk yang anti kemapanan dan berdikari juga perlahan mendarah daging.
Di pesantren Tasawuf Underground, Halim tidak hanya mengajarkan agama Islam, tapi juga wirausaha agar para anak punk itu bisa berdaya, menjadi mapan.
"Selain mengajarkan pendidikan agama Islam, kita juga membuka peluang mereka tentang pemberdayaan ekonomi dan sosial dengan pelatihan-pelatihan."
"Dengan pelatihan desain grafis, kita ajarkan corel draw photoshop, bisnis online, bikin pembukuan, pelatihan sablon, yang tadinya menato tubuhnya, sekarang dia belajar corel draw dan buka sablon, terus juga ada," papar Halim.
Bukan hanya belajar, Halim juga menyulap ruko tempat pondok pesantren mereka menjadi sentra usaha.
Dari mulai laundri kiloan, tempat sablon kaos sampai angkringan beroperasi setiap hari dijalankan para anak punk.
Sentra wirausaha itu ada di lantai satu dan pelataran.
Sedangkan lantai dua dipenuhi buku-buku dan menjadi area salat serta mengaji.
Sedangkan lantai tiga menjadi area berisitirahat para santri.
"Tidak semua anak punk mau jadi pegawai, mereka mau jadi bos, makanya kjta ajarkan wirausaha," kata Halim.
Baca juga: Mengenal Pondok Pesantren Nurul Abror di Kabupaten Serang, Punya Program Unggulan Tahfidzul Quran
Baca juga: Viral Video Santriwati Pondok Pesantren Diminta Hancurkan Ponsel Pakai Batu Akibat Langgar Aturan
Peta Jalan Pulang
Halim mengatakan, mendekati anak punk sebenarnya mudah. Hanya saja, narkotika kerap menjadi penghalang.
Ketika sudah didekati, Halim harus menjelma tiga sosok sekaligus, sahabat, ayah dan guru.
"Persahabatan adalah pendekatan yang paling tepat kepada mereka yang sakit hati selama ini. Kedua saya berperan sebagai ayah, benar atau salah, saya harus bela. Makanya saya dirikan LBH untuk mengadvokasi, benar atau salah kita akan bela."
"Ketiga, saya berperan sebagai guru, kalau sebagai guru saya harus menunjukkan mana yang benar mana yang salah," paparnya.
Secara pengajaran, Halim mengajarkan Islam dengan cara tasawuf, bagaimana anak punk bisa kembali pulang ke jalan yang benar.
Halim tidak menggunakan kata taubat ataupun hijrah, melainkan kata pulang, untuk merujuk usaha para anak punk mengubah diri.
Halim tidak ingin ada penghakiman sejak awal dari frasa yang digaungkan.
Bagi Halim, anak punk bukan anak yang dosa, meraka hanya pergi dan hanya butuh pulang.
"Kita menghadirkan konsep peta jalan pulang, pulang kepada Allah, jalan pulang kepada keluarga. Dengan bukti mereka yang sudah berbenah, mereka yang sudah berhijrah ini memudahkan mereka yang di jalanan cerita pentingnya perubahan ke arah kebaikan," ujar Halim.
Lebih dari 100 anak punk sudah pulang dan menemukan jalannya. Mereka berbenah dengan belajar Islam.
Bahkan banyak di antaranya yang sudah pulang ke keluarga masing-masing.
"Saya mengalami kebahagiaan tersendiri setelah menyaksikan satu dua anak bisa baca Al-Qur'an, sebelumnya enggak ada yang bisa baca Al-Qur'an, sekarang semua bisa."
"Bayangkan bagaimana perasaan orang tua ketika mereka pulang menjadi imam untuk bapaknya, bagi ibunya, bagi keluarga, yang selama ini dianggap nista," pungkas Halim.