PTUN Sidangkan Gugatan PDIP ke KPU, Pengamat: Penetapan Prabowo-Gibran Bukan Objek TUN
Koordinator Tim Hukum Merah Putih, C. Suhadi, menilai konyol tim hukum PDIP mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap KPU
TRIBUNBANTEN.COM - Koordinator Tim Hukum Merah Putih, C. Suhadi, menilai konyol tim hukum PDIP mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap KPU terkait putusan KPU yang telah menetapkan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih 2024-2029.
"Sangat tidak tepat kalau wilayah-wilayah hukum yang sudah jelas dan terang dipahami dalam bentuk lain yang hanya mengumbar ketidakpuasan setelah kalah Pilpres. Tentunya langkah ini sebagai bentuk kekonyolan," ujarnya pada Senin (6/5/2024).
Menurut dia, penetapan KPU bukan obyek TUN.
Penetapan KPU Nomor 504 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Terpilih Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024, bukan kewenangan absolut KPU akan tetapi implementasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Baca juga: Dahnil Anzar Ungkap Prabowo Bakal Buat Presidential Club, Isinya Megawati, SBY dan Jokowi
Dasar hukum penetapan KPU baik di pusat maupun daerah bukan TUN vide pasal 2 UU No. 9 tahun 2004 perubahan dari UU No. 5 tahun 1985, juga dalam UU yang sama dalam pasal 2 huruf C bahwa penepatan KPU terkait masalah perolehan suara pemenang Pemilu dalam UU Pemilu No. 7 tahun 2017, dalam Pilpres 2024 KPU tidak serta merta menetapkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, karena wilayahnya masih ada di MK, yaitu yang dinamakan Sengketa Pilpres.
"Selain KPU bukan menjadi obyek TUN, juga keputusannya atau penetapannya tidak berdiri sendiri, karena apabila hasil penetapan KPU terkait perolehan suara Pemenang Pilpres dianggap tidak tepat, maka KPU akan menunggu hasil putusan MK. Sehingga ketentuan siapa yang menjadi pemenang masih menunggu palu Hakim Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
Terkait penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih tertanggal 24 April 2024 didasarkan pada Putusan MK yang menolak Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dengan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 yang dimohonkan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sekaligus.
Atas dasar itu menurut ketentuan hukum yang berlaku, Putusan MK yang bersifat final dan binding. Artinya putusan MK yang berhubungan dengan sengketa Pilpres sudah final dan harus dijalankan atau dalam hukum perdata putusan tersebut harus di eksekusi/dijalankan dan regulasinya berada di KPU sebagai lembaga yang mendapat mandat dalam Undang-undang Pemilu.
Dari parameter UU, pelaksanaan KPU menelurkan ketetapan Pemenang Pilpres 2024, dalam prosesnya terdapat 2 katagori yang saling berhubungan yakni Penetapan Perolehan suara Pilpres 2024 berdasarkan Real Count. Dan kedua Putusan MK tanggal 22 April 2024 yang telah menolak perkara PHPU Presiden dengan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dan 2/PHPU.PRES-XXII/2024
"Dengan demikian penetapan KPU bukan satu-satunya lembaga yang menentukan otoritas penetapan terhadap Presiden dan Wakil Presiden terpilih 2024 bukan di tangan KPU karena keduanya telah mengajukan Permohonan ke MK," kata dia.
Tinjauan Yuridis terkait Surat Keputusan (SK) yang menjadi kewenangan PTUN
Baca juga: Kaesang Pangarep Turun Gunung Bantu Kader di Pilgub Banten, Jokowi Merespon
Bahwa dalam menakar gugatan PDIP ke KPU RI bukan terkait masalah sengketa Pilpres, akan tetapi masalah produk hukum yang dikeluarkan oleh KPU berupa penetapan. Karena masalah sengketa Pilpres sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 45 pasal 24C ayat (1) dan UU MK No. 24 tahun 2003, pasal 10 ayat 1 adalah Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi dan satu satunya lembaga yang boleh mengadili Sengketa Pilpres, bukan PTUN.
"Dengan begitu gugatan Tim Hukum PDIP salah sasaran terkait surat ketetapan KPU seperti yang telah penulis terangkan diatas yang dianggap cacat hukum. Karena KPU bukan lembaga yang dimaksud dan TUN," kata dia
Dalam pasal Pasal 1 angka 9 UU PTUN Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah berupa Surat Keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final.
Yang dimaksud Kongkret, Individual dan Final adalah suatu keputusan tata usaha negara yang berisi :
-Konkret atau surat keputusan itu tidak fiktif, namun benar adanya (nyata)
-individual atau surat keputusan itu ditujukan kepada seseorang bukan untuk umum.
-Final yang artinya keputusan itu sudah definitif berlaku.
Baca juga: Demokrat-Gerindra Buka Peluang Koalisi di Pilgub Banten, Sinyal Lanjutkan KIM
Surat Keputusan atau SK yang menjadi obyek TUN, harus dikeluarkan oleh lembaga Pemerintahan, seperti; Kantor Kementerian, Gubernur, Bupati dll dan SK tersebut harus ditujukan kepada Individu yang dari SK itu dapat membawa kerugian bagi individu itu sendiri.
Dan bukan menjadi obyek TUN seperti diterangkan dalam UU No. 9 tahun 2004, perubahan dari UU No. 5 tahun 1986, pasal 2 huruf g yang bunyinya :
"Keputusan KPU baik di tingkat Pusat maupun daerah. Selain itu bukan menjadi obyek TUN yang merupakan produk pengadilan baik pidana maupun perdata, apalagi putusan MK yang mempunyai karekteristik bersifat final dan mengikat (Final and Binding)" tambahnya
Daftar Nama Dua Asisten Khusus Presiden Prabowo yang Baru Dilantik, Ini Tugasnya |
![]() |
---|
Jelang Indonesia vs Arab Saudi, Prabowo Telepon Patrick Kluivert, Ini yang Ditanyakan |
![]() |
---|
Pemerintah Permudah Izin, Ormas-Koperasi Sebentar Lagi Bisa Kelola Tambang |
![]() |
---|
Abaikan Permintaan Luhut, Mahfud MD Akui Salut dan Puji Langkah Menkeu Purbaya |
![]() |
---|
Wapres Gibran Kembali Tak Hadiri Mediasi Kedua Gugatan Perdata soal Ijazah, Sidang Digelar Tertutup |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.