Pemerintah Buat Kebijakan Masker SNI, Berpotensi Matikan UMKM, Pengusaha Khawatir Kelanjutan Usaha

Pemerintah mewajibkan masyarakat menggunakan masker kain untuk mencegah penularan coronavirus disease 2019 (Covid-19).

Editor: Glery Lazuardi
Freepik.com
Ilustrasi Masker Kain Motif 

TRIBUNBANTEN.COM, JAKARTA - Pemerintah mewajibkan masyarakat menggunakan masker kain untuk mencegah penularan coronavirus disease 2019 (Covid-19).

Pemerintah mengeluarkan pedoman yang memuat Standar Alat Pelindung Diri (APD) untuk penanganan Covid-19 di Indonesia yang disusun oleh Gugus tugas percepatan penanganan Covid-19.

Untuk menjaga efektivitas masker dari sisi materialnya, Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain.

Namun, pemberlakuan standar itu berpotensi mematikan industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Kampanye Protokol Kesehatan, GarudaPasang Gambar Masker di Moncong Pesawat, Yuk Lihat Bentuknya

Kejar-kejaran Pengendara tak Bermasker, Pengalaman Seru Satpol-PP Serang

Hary Ruswanto, pengusaha masker mengaku tidak sepakat pemberlakuan masker SNI.

Dia menjelaskan, upaya itu dapat mematikan industri UMKM yang dijalankan perorangan, yang kini banyak beralih dan bergantung pada produksi masker atau alat kesehatan lainnya

Menurut dia, masker harus berstandar kesehatan itu penting, seperti bahan kain dengan lapis dua atau tiga atau dilapisi tisu.

“Namun kalau untuk ekspor, oke saja. Tapi kalau untuk lokal dan harus label SNI itu kan bikin masyarakat kita semakn mati lagi,” katanya saat dihubungi, Kamis (1/10/2020).

Dia menjelaskan, kunci menanggulangi Covid-19 adalah disiplin menjankan protokol kesehatan, ditambah olahraga dan mengkonsumsi makanan bergizi sehingga imun kita bertanbah. Jadi tidak hanya bergantung pada masker saja.

Pada saat ini sangat banyak orang bisa hidup dari pembuatan masker ini. Bahkan, harus diakui jadi bisnis alternatif di tengah pandemi corona dan membuat masyarakat menjadi kreatif.

"Saat ini mengurus label SNI kan waktunya tidak sebentar, ada biayanya, mana mungkin usaha menengah dan kecil yang sudah jalan atau berpoduksi, mengejar hal ini secara singkat . Ditambah lagi mereka tentu kalah dengan dengan perusahaan konfeksi atau pabrik-pabrik besar," tegasnya.

Lansia Pengayuh Becak Terharu Terima Bantuan, Tak Mampu Beli Masker karena Belum Ada Uang

Polda Banten Sanksi 1.868 Warga yang Melanggar Protokol Kesehatan dan Tidak Pakai Masker

Catatan, saat ini untuk mendapatkan label SNI dinilai cukup rumit bagi pelaku usaha konveksi kecil dan menengah.

Pasalnya, dalam mengisi formulir permohonan SPPT SNI juga mesti mengumpulkan dokumen-dokumen seperti fotokopi sertifikat manajemen mutu ISO 9001 : 2000 yang dilegalisasi oleh Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN).

Mantan manajer tim sepakbola Persitara Jakarta Utara dan Persebaya Surabaya yang sudah menggeluti distribusi masker dan alat kesehatan sejak 1998 tersebut menambahkan, sangat berharap kebijakan ini dikaji ulang pemerintah.

“Pemerintah harus sangat berpihak pada kreasi anak bangsa yang bikin masker dan tidak setuju harus pakai label SNI segala. Apalagi tidak membeikan solusi usaha lain yang bisa ditekuni dan dibutuhkan masyarakat dalam kondisi seperti ini,” pungkasnya.

Sebelumnya, sesuai anjuran pemerintah yang diumumkan pada tanggal 5 April 2020, masyarakat Indonesia wajib menggunakan masker kain demi mencegah penularan Covid-19.

Saat ini, pemerintah mengeluarkan pedoman yang memuat Standar Alat Perlindungan Diri (APD) untuk penanganan Covid-19 di Indonesia yang disusun oleh Gugus tugas percepatan penanganan Covid-19.

Untuk menjaga efektivitas masker dari sisi materialnya, Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain.

Penetapan SNI ini berdasarkan Keputusan Kepala BSN Nomor 407/KEP/BSN/9/2020.

Gelar Razia, Petugas Pergoki Pengendara Tak Pakai Masker, Dihukum Berjemur dan Lari 800 Meter

Spanduk Imbauan Wajib Masker Hanya Hiasan, Warga Pilih Tak Pakai Masker, Mengeluh Sulit Bernapas

Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Nasrudin Irawan mengatakan, SNI 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain merupakan SNI baru yang disusun oleh Komite Teknis 59-01 Tekstil dan Produk Tekstil di Kementerian Perindustrian dalam rangka mendukung pencegahan penyebaran pandemi Covid-19 melalui penggunaan masker kain.

Menurutnya, masker kain bisa berfungsi dengan efektif jika digunakan dengan benar, antara lain untuk mencegah percikan saluran nafas (droplet) mengenai orang lain.

Saat ini, masker kain yang beredar di pasaran ada yang terdiri dari satu lapis, dua lapis dan tiga lapis.

Contoh masker kain satu lapis yang banyak beredar adalah masker scuba atau buff.

Namun, sesuai SNI, masker kain yang berlaku terdiri dari minimal dua lapis kain.

"SNI 8914:2020 menetapkan persyaratan mutu masker yang terbuat dari kain tenun dan/atau kain rajut dari berbagai jenis serat, minimal terdiri dari dua lapis kain dan dapat dicuci beberapa kali (washable)."

"Meskipun demikian, dalam ruang lingkup SNI ini, terdapat pengecualian, yaitu standar ini tidak berlaku untuk masker dari kain nonwoven (nirtenun) dan masker untuk bayi."

"Selain itu, standar ini tidak dimaksudkan untuk mengatasi semua masalah yang terkait dengan keselamatan, kesehatan dan kelestarian lingkungan dalam penggunaannya," jelas Nasrudin, Selasa (22/09/2020), dikutip dari bsn.go.id.

Selain itu, pemilihan bahan untuk masker kain juga perlu diperhatikan, karena filtrasi dan kemampuan bernafas bervariasi tergantung pada jenis bahan.

Dokter Terjaring Razia Masker di Blitar, Berkilah Tak Diberitahu Petugas Soal Protokol Kesehatan

Tak Pakai Masker, Pengendara Sepeda Motor di Kota Serang Disuruh Pilih Nyanyi, Nyapu atau Push Up

Efisiensi filtrasi tergantung pada kerapatan kain, jenis serat dan anyaman.

Filtrasi pada masker dari kain berdasarkan penelitian adalah antara 0,7 persen sampai dengan 60 persen.

Semakin banyak lapisan maka akan semakin tinggi efisiensi filtrasi.

Dalam SNI 8914:2020, masker kain dibagi kedalam tiga tipe, yaitu tipe A masker kain untuk penggunaan umum, tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan tipe C untuk filtrasi partikel.

Terkait pengujian yang dilakukan, di antaranya uji daya tembus udara dilakukan sesuai SNI 7648; uji daya serap dilakukan sesuai SNI 0279; uji tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, dan ludah; pengujian Zat warna azo karsinogen; serta aktivitas antibakteri.

Nasrudin menambahkan, terkait pengemasan, masker dari kain ini dikemas per buah dengan cara dilipat dan/atau dibungkus dengan plastik.

Sementara pada kemasan masker, sekurang-kurangnya harus mencantumkan merek; negara pembuat; jenis serat setiap lapisan; anti bakteri, apabila melalui proses penyempurnaan anti bakteri; tahan air, apabila melalui proses penyempurnaan tahan air; pencantuman label: ”cuci sebelum dipakai”; petunjuk pencucian; serta tipe masker dari kain.

Meski demikian, pemakaian masker juga harus dilakukan dengan benar.

Nasrudin mengingatkan masker kain perlu dicuci setelah pemakaian dan dapat dipakai berkali-kali.

"Meski bisa dicuci dan dipakai kembali, masker kain sebaiknya tidak dipakai lebih dari 4 jam, karena masker kain tidak seefektif masker medis dalam menyaring partikel, virus dan bakteri," tegas Nasrudin.

Polresta Tangerang Sidak Masker di City Market, Apa Hasilnya?

PNS tak Gunakan Masker Terancam Dipecat

Dengan ditetapkan SNI masker kain, diharapkan dapat mengurangi penyebaran virus Corona serta diikuti dengan tindakan tetap mengikuti protokol kesehatan lainnya, yakni jaga jarak dan mencuci tangan menggunakan sabun dengan air yang mengalir.

Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui keterangan unggahan akun Instagram resminya, @bsn_sni menegaskan, penerapan penerapan SNI Masker Kain sifatnya sukarela.

Pihaknya menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada peraturan pemerintah yang mewajibkan SNI tersebut.

Jika masyarakat mendapatkan info bahwa ada pihak yang melakukan sweeping terhadap penjual masker tidak sesuai SNI, hal tersebut dapat dipastikan tidak benar.

"Jadi, penerapan SNI Masker Kain sifatnya sukarela. Hingga saat ini, belum ada peraturan pemerintah yang mewajibkan SNI tersebut."

"Apabila SNIzen mendapat info bahwa ada pihak yang akan melakukan sweeping terhadap masyarakat yang menjual masker tidak sesuai SNI, hal tersebut bisa dipastikan TIDAK BENAR," tulis @bsn_sni dalam keterangan unggahannya.

Bentuk dukungan BSN terhadap penerapan SNI pada masker kain dibuktikan dengan menunjuk 13 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) untuk mempersiapkan infrastruktur sertifikasi produk SNI tersebut.

LSPro yang sedang dalam proses penunjukkan untuk melakukan sertifikasi produk masker kain dan kain untuk gaun bedah yakni:

1. PT Global Inspeksi Sertifikasi

2. PT Sucofindo ICS

3. Balai Besar teknologi Kekuatan Stuktur (B2TKS)

4. Balai Risert dan Standardisasi Industri Surabaya (Baristand Surabaya)

5. PT TUV Nord Indonesia

6. Balai Besar Barang dan Barang teknik (4T)

7. Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan (Baristand Medan)

8. Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK)

9. PT TUV Rheinland Indonesia

10. Balai Sertivikasi, Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu (PPMB)

11. Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang (BIPA)

12. Balai Besar Tekstil (Texpa)

13. Balai Kerajinan dan Batik (Toegoe)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved