Pemilik Gilingan Padi di Lebak Dukung Kebijakan Pemerintah Terkait Pembelian Gabah Sesuai HPP

Sejumlah pemilik penggilingan padi di Kabupaten Lebak, merespon soal penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dari petani

Penulis: Misbahudin | Editor: Abdul Rosid
Misbah/TribunBanten.com
Penggiingan padi di Desa Cibuah, Kecamatan Warunggunung, Senin (17/2/2025). - Sejumlah pemilik penggilingan padi di Kabupaten Lebak, merespon soal penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dari petani sebesar Rp 6.500 per kilogram.  

Laporan wartawan TribunBanten.com, Misbahudin 

TRIBUNBANTEN.COM, LEBAK - Sejumlah pemilik penggilingan padi di Kabupaten Lebak, merespon soal penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dari petani sebesar Rp 6.500 per kilogram. 

Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Kepala Bapanas Nomor 14 Tahun 2025, yang ditetapkan pada tanggal 30 Januari 2025, di Jakarta.

Selah satu pemilik penggilingan padi, di Desa Cibuah, Kecamatan Warunggunung, Andriyansyah mengaku mendukung adanya kebijakan pemerintah Pusat. 

Baca juga: Dear Ojol! Siap-siap Dapat THR Lebaran 2025 dari Aplikator, Ini Penjelasan Wamenaker

Dikarenakan, adanya kebijakan tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan para petani khususnya di Lebak

"Sangat bagus menurut kami, dan kami sangat mendukung adanya kebijakan itu," katanya saat ditemui di rumahnya, Senin (17/2/2025). 

Meskipun dirinya mendukung kebijakan tersebut, namun ada beberapa persoalan yang dihadapi oleh pihaknya saat membeli gabah dari para petani. 

Salah satunya adalah ketidak sesuaian harga dengan barang yang didapatkan dari para petani. 

"Nah itu kendala kita sekarang, kalau harga segitu bagi petani sangat menguntungkan, tapi kalau kualitas padinya tidak sesuai, ya kita juga rugi," katanya. 

"Ketika kami dapatkan padi tidak sesuai kualitas, kemudian digiling itu tidak sebanding malah berkurang hasilnya." 

"Ya kalau petani pasti oke-oke saja, cuma kami yang belinya ini rugi. Belum lagi bayar utang kan," sambungnya. 

Dia mengaku, pembelian gabah yang dilakukan pihaknya menyesuaikan kualitas padi, meskipun pemerintah sudah menetapkan HPP. 

Sebab, lanjut dia, pembelian gabah tidak bisa disama ratakan antara kualitas padi yang baik dengan kualitas padi yang kurang baik. 

"Artinya kami juga tidak ingin rugi saat melakukan pembelian, apalagi padinya kotor, basah dan lembab. Ya kami juga tidak mau rugi dan memaksakan," ujarnya. 

Senanda dengan Andriansyah, pemilik penggilingan padi di Desa Warunggunung, Kecamatan Warunggunung, Bambang mengaku mendukung adanya kebijakan tersebut. 

Dikarenakan, kebijakan itu menguntungkan para petani dan juga para pengusaha gilingan padi

"Bagus itu, agar tidak ada dominasi antara pemilik modal kecil dengan pemilik modal besar," ujarnya saat ditemui di rumahnya.

"Kalau dulu itu kan yang paling banyak ngambil gabah petani adalah PT Wilmar, apalagi kalau mau beli harganya harus sama dengan Wilmar."

"Tapi setelah adanya keputusan pemerintah ini sangat menyambut baik, baik petani nya dan juga penggilingan nya," sambungnya. 

Dia mengaku, tidak mendapatkan kendala selama pembelian gabah dari para petani.

"Tidak ada kendala, petani kan yang penting langsung dibayar kontan saja sudah senang," ucapnya. 

Bahkan, dia membeli gabah dari petani melebihi harga HPP yaitu Rp 6.700 per kilogram.

"Saya malah lebih tinggi, dan itu sudah diterima di atas mobil. Dan itu punya nilai tambah untuk petani juga," katanya. 

Meskipun begitu, dirinya berharap kepada para petani untuk menjaga kualitas padinya ketika dijual.

"Kadang ada saja ketika kita beli masih ada yang ijo, karena dengar harga bagus petani panennya dipercepat, pada akhirnya kita yang rugi juga," ujarnya. 

"Karena pada saat digiling, jumlahnya terkadang selalu berkurang kalau kualitas padinya tidak baik," sambungnya. 

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved