Pengakuan Sareh, Warga Rancapinang Kena Gusuran Pembangunan Bataliyon TP, Tak Dapat Ganti Rugi Lahan

Seorang janda warga Desa Rancapinang, Kabupaten Pandeglang, Banten, yang terkena gusuran pembangunan Bataliyon Teritorial Pembangunan (TP) TNI AD. 

Penulis: Misbahudin | Editor: Ahmad Tajudin
TribunBanten.com/Misbahudin
CERITA WARGA - Sareh (68) seorang janda warga Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Banten, yang terkena gusuran pembangunan Bataliyon Teritorial Pembangunan (TP) TNI AD saat ditemui di rumahnya, Kamis (12/6/2025) 

Laporan Wartawan TribunBanten.com, Misbahudin 

TRIBUNBANTEN.COM, PANDEGLANG - Sareh (68) seorang janda warga Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Banten, yang terkena gusuran pembangunan Bataliyon Teritorial Pembangunan (TP) TNI AD memberikan pengakuan. 

Sareh merupakan salah satu di antara 23 warga yang lahannya sudah tergusur alat berat TNI AD, yang tidak mendapat ganti rugi. 

Diketahui, lahan yang akan digarap TNI AD seluas 5 hektar, dari total luasan yang diduga diklaim 376 hektar berdasarkan sertifikat hak pakai (SHP) baru saja ditinjau oleh Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) pada Kamis (12/6/2025)

Bahkan warga yang lahannya diklaim TNI AD tersebut, dari dulu tidak pernah merasa menjual kepada siapapun terkait lahan yang mereka kelola sejak turun-temurun.  

Sareh mengaku tidak mendapatkan ganti rugi lahan yang sudah digarap oleh TNI AD tersebut. 

"Muhun atu te Aya beh nyah dibalikeun kalapana sagalana ogeh te ya harapan dimilikan ku abdi (iya tidak ada yang dibalikin, kelapa dan lainya, dan sudah tidak ada harapan lagi buat saya)," ujarnya saat ditemui di kediamannya, Kamis (12/6/2025). 

Baca juga: Kronologi Warga Rancapinang Pandeglang dan TNI AD Konflik Masalah Lahan

Ia mengungkapkan, lahan yang sudah digarap oleh TNI AD itu meliputi sawah dan tanah darat. 

Ia juga mengaku tidak merasa menjual dan menerima uang ganti rugi pada tahun 1997, sekalipun ada yang mengajak. 

"Abi mah tengarasa ngajual te nyandak ogeh, boro-boro menang ganti rugi, anu ngajak ogeh te milu, tapi ayena panghelana karusak (saya mah tidak merasa menjual dan tidak ngambil, boro-boro dapat ganti rugi, yang ngajak juga saya tidak ikut, sekarang rusaknya pertama)," ujarnya. 

Sebelum digusur TNI AD, dirinya selalu mengandalkan pendapatan dari hasil lahan. Seperti pohon kelapa, melinjo, kayu dan lain sebagainya.

"Sok dijual, dan abi jajan sasapoe tidinya, kuari mah aya dei (suka dijual dan saya jajan sehari-hari dari situ)," katanya. 

Tak hanya itu, dirinya juga mengaku masih aktif membayarkan pajak atas lahan yang diklaim TNI AD itu. 

"Mayar, buktina ogeh aya (bayar, buktina juga ada)," katanya. 

Baca juga: Jalan Kaki Ratusan Meter, Warga Rancapinang Pandeglang Gagal Bertemu Wakasad

Ia berharap kepada pemerintah untuk memberikan rasa kepedulian terhadap dirinya. Sebab dirinya hanya memiliki lahan segitu. 

"Kahayang mah pengusahaken, dasar mah ngen sakitu-kituna (kalau harapan nya usahakan, dasar cuma punya segitu) dasar mah kami rangda (dasar mah saya janda)," ujarnya. 

"Dasar mah panonnya ges te bisa ningali burem, pakayana ogeh ngen sakitu (dasar mah matanya udah gak bisa liat jelas, lahannya juga cuma segitu-gitu nya lah)," sambungnya. 

Sebelumnya, Komandan Koramil Kecamatan Cimanggu, Kapten Inf, Supandi menyampaikan, di lokasi ini akan dibangun Bataliyon Teritorial Pembangunan (TP) dengan tujuan untuk membantu mensejahterakan masyarakat.

"Di sini anggota kami akan membantu para petani. Dan nanti di sini akan ada Mako nya, Barak nya dan perlengkapannya," ujarnya. 

"Nanti ada Kompi pertanian, Kompi peternakan dan Kompi lainya," sambungnya.

Menurutnya kedatangan Wakasad ke lokasi, meninjau progres pembangunan Bataliyon TP dibangun. 

"Targetnya mungkin lima bulan selesai," ujarnya. 

Baca juga: Ratusan Warga Rancapinang Pandeglang Berbondong-bondong Sambut Kedatangan Wakasad

Tidak hanya itu, dia juga menanggapi protes warga soal lahan yang diklaim TNI AD. Ia mengungkapkan, kronologi pembebasan lahan terjadi pada tahun 1997 di bahwa tim pembebasan. 

"PT nya saya lupa, kalau tidak salah dibawah pimpinan Pak Tana itu. Dia membantuk tim panitia pembebasan di sini," ungkapnya. 

Menurutnya, pada saat itu pembebasan lahan melibatkan pihak desa Rancapinang

"Panitia dari lokal. Tapi ada yang sudah meninggal dan ada yang masih hidup. Bahkan aparatur desa pun ada, sekarang mengetahui," ujarnya. 

Ia mengatakan, adanya pro dan kontra yang terjadi sekarang ini dimungkinkan sebagian masyarakat tidak mengetahui terkait pembebasan lahan. 

"Dan kami ketahui, tanah di sini adalah tanah negara (TN). Tim pembebas itu hanya tim gati rugi garapan, bukan jual beli. Karena tanah negara waktu itu," katanya. 

Ia mengaku, bahwa pihaknya sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat soal penggarapan lahan yang tengah digarap saat ini. 

"Semuanya sudah kita lakukan, tidak masalah dari dulu juga. Cuma sekarang saja, karena tanah mau digunakan," pungkasnya.

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved