Tensi Panas Pilkada, Politisi Perempuan Diduga Dilecehkan, Dibawa ke Ranah Hukum atau Jalur Damai?
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 baru saja dimulai pasca penundaan akibat coronavirus disease 2019 (Covid-19).
TRIBUNBANTEN, DEPOK - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 baru saja dimulai pasca penundaan akibat coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Namun, pesta demokrasi rakyat di tingkat daerah itu sudah 'bertensi panas'.
Hal ini, karena dua bakal calon kepala daerah, yaitu bakal calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan, Rahayu Saraswati dan bakal calon Wakil Walikota Depok Afifah Alia diduga menjadi korban pelecehan.
Rahayu Saraswati Djojohadikusumo alias Sara, bakal calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan disinyalir menjadi korban pelecehan seksual secara verbal.
• Rahayu Saraswati Diduga Jadi Korban Pelecehan, Paha Calon Wawali Tangsel, Ini Curhatannya
• Pelecehan Seksual di Ciputat, Pelaku Terobsesi, Korban: Belasan Tahun Simpan Asmara
Politisi Partai Demokrat Cipta Panca Laksana dan mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu diduga melakukan pelecehan terhadap Sara melalui akun media sosial Twitter.
Sementara itu, Afifah mengklaim telah dilecehkan oleh Imam Budi Hartono, Calon Wakil Wali Kota Depok, Imam Budi Hartono, yang notabene merupakan rivalnya di Pilkada Kota Depok.
Menanggapi permasalahan itu, Ketua Pos Bantuan Hukum Mitra Justitia (Posbakumitra) Andreas Wibisono, menilai permasalahan itu dapat diselesaikan secara kekeluargaan melalui pendekatan restorative justice
Dia menjelaskan, pelaku dapat meminta maaf kepada korban dan begitu pula sebaliknya korban menerima permintaan maaf pelaku.
“Jika restorative justice gagal diwujudkan dan Afifah (korban,-red) lebih memilih mengambil langkah hukum, maka, kami siap mendampingi dan mengawal korban," tuturnya, Kamis (17/9/2020).
Dia merasa prihatin terhadap dugaan pelecehan seksual tersebut.
Dia menjelaskan, kasus dugaan pelecehan seksual merupakan pelecehan seksual verbal terhadap seorang wanita yang dilakukan di tempat umum dan terbuka.
Menurut dia, di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak dikenal istilah pelecehan seksual namun hanya dikenal istilah perbuatan cabul sebagaimana dimaksud Pasal 289 s/d Pasal 296 KUHP dan atau Pasal 281 KUHP.
Dia mengungkapkan, perbuatan cabul adalah perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kesopanan dalam lingkup nafsu birahi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam kasus pelecehan seksual yakni sepanjang adanya ketidaksukaan atau ketidaknyamanan atau tidak dikehendakinya dari orang yang menerima perbuatan yang dilakukan oleh orang lain terhadap dirinya dalam bentuk apapun yang sifatnya seksual.
“Seperti perkataan, ucapan, lontaran, ujaran, celetukan atau isyarat dalam bahasa tubuh yang bersifat seksual semuanya dapat dikategorikan sebagai pelecehan seksual," kata Advokat yang juga pendiri Kantor Hukum Andreas Wibisono, S.H. & Rekan itu.
• Geram, Sara Ingin Pelaku Pelecehan Seksual Diseret ke Penjara
• Saat Mengudara di Rute Biak-Jayapura, Awak Kabin Garuda Indonesia Jadi Korban Pelecehan