Bawa Tabung Oksigen, Raihana Digendong Ayahnya 2 KM ke Gunung Demi Dapat Sinyal Untuk Belajar Online

Viral kisah Raihana Nurwahid (18), siswi SMA asal Luwu, Sulawesi Selatan yang harus digendong ayahnya 2 KM ke atas gunung demi bisa belajar daring

Penulis: Yudhi Maulana A | Editor: Yudhi Maulana A

TRIBUNBANTEN.COM - Meski dalam keterbatasan fisik dan materi, tapi semangat belajar Raihana Nurwahid (18) tidak kendor.

Siswi SMA 20 Barombong, Makassar, Sulawesi Selatan ini mengalami sakit jantung sejak lama sehingga kondisi fisiknya mudah lemah.

Selain kendala fisik, Raihana yang kini duduk di bangku kelas 12 ini juga mengalami kendala teknis yakni susah sinyal bila ingin belajar online.

Hal itu dikarenakan lokasi rumahnya yang jauh dari pusat kota, yakni di Desa Lumika, Kelurahan Noling, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.

Agar dirinya bisa tetap mengikuti sekolah, Raihana harus digendong oleh sang ayah, Irmawanto ke atas gunung.

Dalam siaran berita yang ditayangkan di TV One yang diunggah pada 5 April 2021, digambarkan bagaimana perjuangan Irmawanto menggendong putri sulungnya untuk bisa belajar online.

Viral kisah seorang ayah menggendong anak ke atas gunung untuk belajar online
Viral kisah seorang ayah menggendong anak ke atas gunung untuk belajar online (Capture YouTube TV One)

Ia harus menggendong sang anak hingga ke puncak gunung untuk mendapatkan sinyal.

Selain itu, ia juga harus membawa tabung oksigen sebagai alat bantu pernapasan Raihana yang mengalami sakit jantung.

Meski jalan menanjak dan harus menggendong sang anak, Irmawanto tetap semangat melangkah agar sang anak bisa belajar.

Baca juga: Kisah Nuraida Pelajar Pandeglang Tinggal Sendiri di Gubuk Reyot, Ditinggal Ayah Ibu Sejak Balita

Baca juga: Kisah Menyayat Hati Seorang Ibu Tinggal di Gubuk Reyot Merawat 2 Anaknya Lumpuh dan Ditinggal Suami

Setelah mencapai puncak bukit, Raihana pun bisa belajar online untuk persiapan mengikuti ujian yang juga dilaksanakan secara daring.

Di bawah terik matahari, Raihana belajar di dekat sebuah pohon yang tak begitu besar.

Diceritakan, Raihana mengalami kelainan jantung sejak kecil, yang membuat tubuhnya mudah lemah.

kedua orangtuanya sudah berusaha untuk menyembuhkan sang anak namun belum membuahkan hasil.

Bahkan mereka sudah menjual sawah untuk biaya pengobatan Raihana.

Raihana Nurwahid sedang belajar di atas gunung sambil menggunakan bantuan oksigen
Raihana Nurwahid sedang belajar di atas gunung sambil menggunakan bantuan oksigen (Capture YouTube TV One)

"Kalau kondisinya kalo kadang drop, kita gak bisa prediksi bagaimana keadaannya. Kalau menurut dokter kondisinya sudah di bawah garis," kata ibunda Raihana, Rahma. dikutip dari tayangan di TV One.

Rahma melanjutkan, hampir setiap bulan ia membawa sang anak berobat ke rumah sakit.

"Bahkan kita sudah ke Makassar dan Jakarta, tapi mungkin bukan rezeki untuk sembuh karena selalu gagal," ucapnya.

Anaknya terpaksa menempuh jalan jauh bahkan harus digendong karena menghadapi ujian secara online.

"Jadi sekitar 2 kilo kita lalui dengan motor, itu pun motornya harus yang bisa naik gunung karena aksesnya susah, jalan berbatu dan licin. Lalu 500 meter mendaki gunung untuk bisa mendapatkan sinyal," terangnya.

Gadis yang bercita-cita ingin menjadi dokter itu terbilang berprestasi dan selalu mendapat ranking di kelasnya.

Orangtuanya berharap agar putrinya bisa lulus sekolah dan bisa menggapai cita-citanya untuk menjadi dokter.

Baca juga: Viral Video Nenek Muncul Setelah Dikabarkan Meninggal 7 Hari Lalu, Si Perekam Lari Sampai Jatuh

Baca juga: Viral Ibu Penjual Gorengan Rajin Beri Makan Anjing Siang Malam, Tak Dilempar Apalagi Diusir

Ditinggal Ayah Ibu Sejak Bayi dan Tinggal Sendiri di Gubuk Reyot

Siti Nuraida, siswi Kelas 10 SMK di Pandeglang ini kini berusia 16 tahun.

Namun siapa sangka, Aida,-sapaan Nuraida, sudah bertahun-tahun hidup sendiri di sebuah rumah reyot di Desa Cimanggu, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Saat TribunBanten.com berkunjung pada Rabu (7/4/2021), tampak rumah tersebut berukuran 6x8 meter persegi, dengan 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, ruang keluarga dan dapur.

Namun, material rumah hanya terbuat dari kayu dan bilik bambu yang tampak berlumut nan lapuk.  

Tampak rumah peninggalan nenek dari Aida itu pun miring dan hampir ambruk lantaran sejumlah pondasi rumah berbahan kayu tersebut sudah lapuk.

Rumah pelajar bernama Siti Nuraida (16) di Desa Cimanggu, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Rabu (7/4/2021), tampak reyot dan lapuk. Aida sejak usia tiga tahun sudah ditinggal ibundanya yang meninggal dunia dan ayahnya yang menikah lagi.
Rumah pelajar bernama Siti Nuraida (16) di Desa Cimanggu, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Rabu (7/4/2021), tampak reyot dan lapuk. Aida sejak usia tiga tahun sudah ditinggal ibundanya yang meninggal dunia dan ayahnya yang menikah lagi. (Tangkap layar video)

Saat didatangi, kebetulan hujan turun dan sebagian genting rumah yang sudah berlumut itu pun bocor.

Rumah itu berbentuk panggung rendah dengan lantai kayu dan bambu.

Baca juga: Kisah Pilu Guru Honorer di Pelosok Pandeglang dan Asa di Balik Gaji Rp12.500 Per Hari

Baca juga: Viral Kakak Adik Mencari Barang Bekas Sampai Malam Kelelahan di Pinggir Jembatan, Begini Kisahnya

Melongok bagian dalam rumah, baik ruang tamu, ruang tidur maupun dapur, tak tampak perabotan rumah tangga seperti lemari es maupun tempat piring dan gelas.

Lemari pakaian pun hanya berbahan plastik.

Untuk memasak, Aida mengandal tungku dengan bahan bakar kayu di pekarangan rumah.

Rumah pelajar bernama Siti Nuraida (16) di Desa Cimanggu, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Rabu (7/4/2021), tampak reyot dan lapuk. Aida sejak usia tiga tahun sudah ditinggal ibundanya yang meninggal dunia dan ayahnya yang menikah lagi. 
Rumah pelajar bernama Siti Nuraida (16) di Desa Cimanggu, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Rabu (7/4/2021), tampak reyot dan lapuk. Aida sejak usia tiga tahun sudah ditinggal ibundanya yang meninggal dunia dan ayahnya yang menikah lagi.  (Tangkap layar video)

Kisah hidup Siti Nuraida berawal saat ibundanya meninggal karena sakit yang diderita pada 2005, saat dirinya berusia 3 tahun.

Tak lama kemudian, ayahnya pergi meninggalkan rumah setelah menikah dengan perempuan lain dan tak kunjung kembali,

Sejak saat itu, ia hanya mendapat perawatan dan kasih sayang dari kakak perempuannya yang belum beranjak dewasa serta saudara yang juga tinggal bertetangga.

Siti Nuraida (16) dan keponakan Asiyah (8) tinggal saat ditemui di rumah reyotnya di Desa Cimanggu, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Rabu (7/4/2021). Aida sejak usia tiga tahun sudah ditinggal ibundanya yang meninggal dunia dan ayahnya yang menikah lagi.
Siti Nuraida (16) dan keponakan Asiyah (8) tinggal saat ditemui di rumah reyotnya di Desa Cimanggu, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Rabu (7/4/2021). Aida sejak usia tiga tahun sudah ditinggal ibundanya yang meninggal dunia dan ayahnya yang menikah lagi. (TribunBanten.com/Marteen Ronaldo Pakpahan)

Dan saat berusia 13 tahun atau masuk sekolah SMP, kakak perempuannya memutuskan menikah dan mengharuskan tinggal bersama suami di wilayah lain, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang.

Sejak itu, ia mulai hidup mandiri. 

Untuk makan sehari-hari, kadang ia memasak sendiri. Namun, ia juga kerap makan di rumah saudaranya yang tinggal tidak jauh dari rumahnya.

Baca juga: Kisah Pilu Keluarga di Pandeglang Hidup di Gubuk Dalam Hutan, Butuh 3 Jam Jalan Kaki di Jalan Rusak

Baca juga: Kisah Pilu Nenek Penjual Pisang, Gendong Bakul Seberat 12 Kg dan Hidup Sebatang Kara di Gubuk

Dan pada awal 2021 atau tiga bulan lalu, Aida mendapat tanggung jawab baru.

Sang kakak perempuannya bercerai dan memutuskan merantau bekerja di Jakarta.

Sang kakak menitipkan anaknya bernama Aisyah yang masih berusia 8 tahun kepadanya. 

Aida kini duduk di kelas 10 di SMK Cimanggu, sedangkan keponakannya bersekolah di SDN 1 Cimanggu.

"Tinggal sejak kecil di sini sejak 2005. Ibu saya sudah tidak ada sejak saya berumur tiga tahun. Ayah saya sudah meninggalkan saya sejak masih kecil, kawin lagi," kenang Aisyah saat ditemui TribunBanten.com di rumahnya.

Baca juga: Penduduk Miskin di Banten Bertambah Banyak, Wagub: Kita Nomor 8 di Nasional, Itu Luar Biasa

Baca juga: Cerita Warga Sudimanik Cibaliung Pandeglang Selama 10 Tahun Belum Menikmati Aliran Listrik

Sang kakak mengirimkan uang Rp800 ribu setiap bulan untuknya. 

Aida pun berusaha mengatur uang dengan jumlah tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sekolah mereka berdua.  

Tak jarang uang kiriman dari sang kakak datang terlambat dan memaksanya menahan lapar.

Aida tak mau mengeluh meski uang kiriman itu kurang mencukupi dan kadang datang terlambat. Sebab, ia tidak ingin menyusahkan sang kakak yang tengah berjuang bekerja untuk mereka berdua.

"Kalau biaya hidup saya dikasih uang sama kakak saya yang sedang kerja di Jakarta. Dikirim Rp 800 ribu sebulan untuk kebutuhan sekolah dan makan," ungkapnya.

Rumah pelajar bernama Siti Nuraida (16) di Desa Cimanggu, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Rabu (7/4/2021), tampak reyot dan lapuk. Aida sejak usia tiga tahun sudah ditinggal ibundanya yang meninggal dunia dan ayahnya yang menikah lagi.
Rumah pelajar bernama Siti Nuraida (16) di Desa Cimanggu, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Rabu (7/4/2021), tampak reyot dan lapuk. Aida sejak usia tiga tahun sudah ditinggal ibundanya yang meninggal dunia dan ayahnya yang menikah lagi. (Tangkap layar video)

Keluarga Aida pernah menawarkan Aida untuk tinggal di rumah mereka. Namun, Aida memilih tinggal di rumahnya yang reyot itu karena merasa nyaman di rumah sendiri.

Kini, besar harapan Aida mendapat bantuan dari pemerintah daerah setempat untuk perbaikan rumahnya.

Air hujan masuk masuk ke dalam rumah ke dalam rumah karena genting bocor menjadi hal biasa terjadi di rumah Aida.

Namun, ia kerap waswas dengan keselamatan dirinya dan keponakan atas kondisi rumah yang ditempati ini.

"Harapannya sih bisa dibongkar, karena takut tinggal di sini dalam keadaan ini. Apalagi kalau hujan kencang terkadang takut saja," ucapnya.

Baca juga: Ayah Meninggal dan Ibunda Kabur, Secuil Kisah Pilu Dua Anak Yatim yang Hidup Terlantar di Serang

Baca juga: Kisah Aisyah Bocah 10 Tahun yang Sebatang Kara, Yatim Piatu Setelah Ibu Wafat karena Covid-19

Sementara itu, Kepala Desa Cimanggu, Suwardi mengatakan pihaknya telah mengajukan proposal permintaan bantuan ke Pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk perbaikan rumah Aida selama lima tahun berturut-turut.

Sebab, tempat tinggal yang ditempati Aida sudah sejak lama masuk kategori rumah tidak layak huni (RTLH).

Namun, hingga kini pengajuan tersebut tidak membuahkan hasil.

"Jadi, rumah ini sebenarnya sudah tidak layak pakai, sudah diajukan beberapa kali ke dinas, tetapi tidak pernah digubris. Jadi, hingga saat ini belum terealisasikan," ujar Suwardi. (*) 

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved