Bagian VII: Pelita dari Syieb ‘Ali, Kesaksian Seorang Murid

Penulis Muhamad Roby, Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Serang. Aktivis sosial-keagamaan, dan penulis lepas yang konsisten mengulas demokrasi.

Editor: Abdul Rosid
Ade Feri/TribunBanten.com
Petilasan Syekh Nawawi Al-Bantani di Desa Tanara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. 

Beliau menutup kitabnya pelan, dan menambahkan:

“Kelak, jika kalian kembali ke negeri masing-masing, jangan hanya mengajar hukum shalat dan puasa.
Ajarkan juga makna kebebasan.
Karena kebebasan adalah bagian dari iman.”

Kenangan yang Tak Pernah Padam

Kini, bertahun-tahun setelah beliau wafat, aku masih mendengar gema suaranya di ruang-ruang Masjidil Haram.
Bayangannya masih duduk di sana, di bawah tiang marmer putih, dikelilingi para santri dari Jawa, India, dan Afrika, dengan kitab Uqud al-Lujayn terbuka di pangkuan.

Aku menulis kisah ini bukan sekadar untuk mengenang, tapi untuk memastikan bahwa api itu tak pernah padam.
Karena di setiap bangsa yang terjajah, masih ada hati yang menunggu cahaya dari Tanah Haram, cahaya dari Syieb ‘Ali, cahaya dari Syekh Nawawi al-Bantani, cahaya dari seorang ulama yang menulis dengan tinta ilmu dan darah cinta.

 “Barang siapa menulis untuk Allah, tulisannya akan menjadi sayap bagi kemerdekaan.”  Syekh Nawawi al-Bantani

Sumber: Tribun Banten
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved