Longsor di Lebak

Tambang Emas Diduga Jadi 'Biang Kerok' Longsor di Bayah Lebak

Keberadaan tambang emas, diduga menjadi penyebab terjadinya longsor di Kampung Lebak Manggah, Desa Cidikit, Kecamatan Bayah, Lebak.

|
Penulis: Misbahudin | Editor: Abdul Rosid
Kolase TribunBanten.com/Misbahudin
Keberadaan tambang emas, diduga menjadi penyebab terjadinya longsor di Kampung Lebak Manggah, Desa Cidikit, Kecamatan Bayah, Lebak. 

Laporan wartawan TribunBanten.com, Misbahudin 

TRIBUNBANTEN.COM, LEBAK - Keberadaan tambang emas, diduga menjadi penyebab terjadinya longsor di Kampung Lebak Manggah, Desa Cidikit, Kecamatan Bayah, Lebak pada Rabu (4/12/24) sekitar pukul 11.00 WIB.

Berdasarkan penelusuran TribunBanten.com, lokasi terjadinya longsor di Kampung Lebak Manggah, juga tidak jauh dari lokasi keberadaan tambang emas hanya berjarak sekira satu setengah kilometer. 

Longsor tersebut juga menutup akses jalan Kampung Cimentong, dan Kampung Lebak Manggah yang kerap dijadikan perlintasan kendaraan pertambangan.

Baca juga: Longsor di Lebak, Potret Akses Jalan Dua Kampung Cidikit Bayah Rusak

Pantauan TribunBanten.com di lokasi longsor,  terlihat sejumlah alat berat milik perusahaan tambang emas, seperti beko dan mobil truk. 

Kepada TribunBanten.com, salah satu korban terbampak longsor yang enggan disebutkan namanya menyampaikan, bahwa selain intensitas hujan tinggi, keberadaan perusahaan tambang emas itu sangat berpengaruh terhadap terjadinya longsor.

"Sebagai warga bagi saya sangat ngaruh itu keberadaan perusahaan tambang emas," katanya, saat ditemui dilokasi pada Jumat (6/12/24).

Perusahaan Tambang Cemari Air Sungai Cidikit

Ia mengungkapkan, keberadaan perusahaan tambang tersebut telah mencemari air sungai Cidikit.

Keberadaan tambang emas, diduga menjadi penyebab terjadinya longsor di Kampung Lebak Manggah, Desa Cidikit, Kecamatan Bayah, Lebak.
Keberadaan tambang emas, diduga menjadi penyebab terjadinya longsor di Kampung Lebak Manggah, Desa Cidikit, Kecamatan Bayah, Lebak. (Kolase FotoTribun Banten/Misbahudin)

Sehingga, air sungai Cidikit yang biasa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari juga menjadi kotor. 

"Sebelumnya kami aman-aman saja, mandi juga kami di sungai, tapi semenjak ada perusahaan, air sungai Cidikit jadi kotor," ujarnya. 

Menurutnya, pekerja yang bekerja di perusahaan tambang emas itu, bukan berasal dari warga setempat, melainkan pekerja asing.

"Tidak ada warga setempat yang berkerja di situ. Satupun tidak ada," ucapnya. 

Sementara itu, Yadi warga kampung Lebak Manggah mengatakan, semenjak keberadaan akses jalan yang dibuka alat berat perusahaan, batu penyangga di bawah kampung itu merosot ke bawah dan terjadi longsor. 

Baca juga: Kampungnya Longsor, 52 KK di Bayah Lebak Minta Pemerintah Siapkan Lahan Baru 

"Koncina dibuka pake jalan atu wajar bae longsor (kuncinya batu itu ke buka, wajar saja kalau longsor)," katanya. 

Tanah yang perusahaan gunakan untuk menambang, adalah tanah yang dibeli dari warga. 

"Kalau tanah memang punya warga yang dibeli," ujarnya. 

Menurutnya, keberadaan perusahaan tambang emas baru tiga bulan beroperasi di wilayahnya. 

"Anyar keneh (masih baru) baru tiga bulan, itu juga belum tau hasil atau tidaknya," ujarnya. 

Kades Tuding Tambang Emas Biang Kerok Longsor

Sementara itu, kepala Desa Cidikit, Jumsa mengatakan, ada dua faktor penyebab terjadinya longsor di wilayahnya. 

Di antaranya, akibat intensitas hujan tinggi dan adanya akses jalan milik perusahaan tambang emas yang tidak jauh dari lokasi terjadinya longsor

"Jadi menurut pengamatan saya sebagai kepala desa tentunya, kalau bicara soal sebab akibat terjadi longsor di kampung Lebak Manggah itu," katanya kepada TribunBanten.com, Sabtu (7/12/24). 

Menurutnya, keberadaan perusahaan itu baru tiga bulan berada di wilayahnya, dan tanah yang digunakan adalah tanah milik warga setempat yang dibeli. 

"Jadi itu langsung yang punya tanah dengan pihak perusahaan. Kalau saya hanya sifatnya mengetahui," ujarnya. 

Sebelum menjadi kepala Desa, kata dia, perencanaan adanya perusahaan tambang emas itu sudah sejak jauh-jauh hari.

"Jadi sebelum saya menjabat kepala desa sudah ada. Tapi semenjak saya jadi kepala desa, berjalan sekarang ini," katanya. 

Ia mengaku, tidak mengetahui terkait izin yang digunakan perusahaan itu. 

"Kalau soal izin pertambangan saya tidak tau. Bagaimana dan seperti apa, saya tidak tau," ucapnya. 

"Waktu itu saya juga ikut sosialisasi kepada warga, tapi bukan ketentuan kepala desa, melainkan pihak perusahaan dan warga pemilik tanah," tambahnya. 

Jika terindikasi menjadi penyebab utama longsor di wilayahnya, dirinya akan meminta pertanggung jawaban kepada pihak perusahaan. 

"Saya bakal minta pertanggung jawaban dari perusahaan, supaya tidak saling merugikan," ujarnya. 

"Karena ketika menyerahkan itu kepada saya, maka saya tidak mampu terkait hal itu," sambungnya.

Ia juga menanggapi terkait pencemaran air yang terjadi di Kampung Cimentong, yang sudah tidak bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari warga, semenjak keberadaan perusahaan tambang emas

"Kalau pencemaran air itu selalu ada, lantaran bukan cuma satu saja perusahaan tambang emas yang ada," katanya. 

"Kalau jumlah saya tidak tau, yang saya tau cuma PT Samudra Banten Jaya (SBJ) saja," tambahnya. 

Dewan Minta Pemerintah Lakukan Investigasi

Sementara itu, anggota DPRD Provinsi Banten Iip Makur mengatakan, penyebab terjadinya longsor di Kampung Lebak Manggah disebabkan dua faktor, pertama akibat intensitas hujan tinggi dan faktor alam lainnya. 

Terkait dengan adanya perusahaan tambang emas, lanjutnya, dibutuhkan tim turun ke lapangan untuk melakukan kajian. 

"Artinya apakah ini ada hubungannya atau tidak, karena perlu tim kajian turun ke lapangan," katanya, saat ditemui di lokasi longsor di kampung Lebak Manggah, Sabtu (7/12/24). 

Jika sudah dilakukan kajian, kemudian menentukan ke arah perusahaan tambang emas itu, segera mengambil tindakan hukum.

"Jangan ragu gitu yah, karena toh dilapangan seperti ini. Makanya pemerintah harus hadir dan harus memberikan kepastian hukum kepada masyarakat," katanya.

PT SBJ Membantah

Saat dikonfirmasi, Humas PT. Samudera Banten Jaya (SBJ), Tb Endin mengatakan, bahwa longsor yang terjadi di kampung Lebak Manggah, tidak ada kaitannya dengan keberadaan PT. SBJ.

Dikarenakan, jarak PT. SBJ dengan lokasi longsor sekitar satu setengah kilometer. 

"Jadi tidak ada kaitannya dengan kegiatan tambang PT. SBJ, dan sudah ada berita acaranya juga bersama masyarakat," katanya, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Sabtu (8/12/24). 

"Bahkan masyarakat dan RT/RW setempat sudah melakukan tandatangan di berita acara, pada saat kami melakukan kunjungan kerja ke lokasi longsor," sambungnya. 

KLH Tetapkan PT SBJ Tersangka Perusakan Lingkungan

Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima TribunBanten.com, KLHK Wilayah Jabalnusra sebelumnya telah menetapkan tersangka pada PT. SBJ pada 5 Maret 2024. 

Perusahaan yang beralamat di Jalan Raya Cikotok - Cimaja KM 4 Blok Pasir Ella, Kelurahan Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten diduga melakukan tindak pidana di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dan/atau. 

Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan dan/atau Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) dan/atau Pasal 103 dan/atau Pasal 104 Jo. Pasal 116, Pasal 118 dan Pasal 119. 

Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Berawal dari pengaduan masyarakat kemudian dilakukan verifikasi pengaduan pada bulan Oktober 2023, dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan kemudian ditindaklanjuti dengan upaya penegakan hukum melalui penyidikan. 

Keterangan Saksi-saksi, Ahli, Hasil Uji Analisa Laboratorium, tersangka dan barang bukti lainnya penyidik kemudian menetapkan Perusahaan yang bergerak di bidang Pertambangan Emas dan Perak (kode KBLI 07301) ini menjadi tersangka. 

Saat ini Penyidik KLHK tengah menyiapkan dan menyusun berkas perkara untuk dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Provinsi Banten. 

Kepala Balai Gakkum Wilayah Jabalnusra Taqiyuddin menjelaskan bahwa, selain terdapat indikasi pencemaran atau kerusakan lingkungan juga ditemukan adanya kegiatan 
tidak melakukan pengelolaan Limbah dan melakukan kegiatan dumping yang limbah B3.

Taqiyuddinmenegaskan bahwa, selain perusahaan / korporasi yang harus bertanggung jawab terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Kami juga akan mendalami terhadap pelaku secara perorangannya.

Kepala Seksi Wilayah I Jakarta-Balai Gakkum Jabalnusra Ardi Yusuf menambahkan, bahwa proses untuk bisa menaikan tersangka ini memakan waktu sekitar 3 (tiga) bulan. 

Hal ini selain Penyidik kami harus hati-hati dan teliti dalam mengumpulkan alat bukti juga terkendala Direktur PT. Samudera Banten Jaya beberapa kali mangkir dari panggilan dengan alasan sakit. 

Namun pada hari Jumat, 15 Maret 2024 kami bisa melakukan pemeriksaan terhadap PT. Samudera Banten Jaya yang diwakili oleh Direktur yang bernama Sdr. Mad. 

Setelah berhasil memeriksa sebagai tersangka, segera Penyidik KLHK menyusun Berkas Perkara untuk dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Banten.

Taqiyuddin menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Korwas PPNS Mabes Polri dan Kejaksaan Tinggi Banten, yang selalu mendampingi dan memberikan arahan dan petunjuk kepada penyidik kami dalam menyelesaikan perkara lingkungan hidup. 

Saat ini kami juga masih menyelesaikan berkas perkara lainnya terkait tindak pidana baik di bidang Lingkungan Hidup, maupun bidang Kehutanan. 

Bukan suatu kebanggaan bagi kami untuk mempidanakan perorangan maupun koorporasi, namun upaya penegakan hukum yang tegas perlu kami lakukan untuk membuat efek jera terhadap pelaku kejahatan di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved